Udah Beli Baju?
Matt memandang empat orang anak muda yang duduk di depannya. Busway jurusan Blok M - Kota entah mengapa sedang tidak padat. Ramai, tapi tidak sampai berdesakan. Nampak beberapa orang berdiri, tapi jarak antar-orang masih cukup berjauhan. Itulah sebabnya, ia dapat memandang empat orang tersebut.
Tiga cewek dengan satu cowok.
Matt langsung bergumam dalam hati. Hm...begitu katanya.
Dari penampilan mereka, Matt menduga bahwa keempatnya bukan anak kuliah. Gayanya tidak sesuai. Penampilan mereka memang sesuai dengan anak kuliahan. Yang cowok memakai celana jeans hitam, dengan kemeja putih yang ditutupi dengan cardigan hitam, bersepatu keds.
Tanpa sadar Matt mendesah. Kecewa.
Sementara para cewek mengenakan celana jeans, baju model pregnant look, atau kaos ketat yang ditutupi dengan cardigan, atau sekedar kaos yang panjang hingga paha; dengan sepatu pantofel model sekarang, yang tanpa hak dan dari bahan karet. Belum lagi tas yang mereka bawa cukup besar untuk membawa diktat atau loose leaf yang besar.
Sekali lagi Matt memperhatikan mereka. Yang cowok tampak rapi. Wajahnya putih bersih, klimis. Sementara para cewek juga tidak kalah...menarik. Tidak cantik, tapi tidak jelek.
Mereka tertawa terbahak-bahak cukup keras. Itu yang membuat Matt menduga mereka bukan anak kuliahan. Gaya dan tingkah laku mereka terlalu ABG untuk ukuran anak kuliahan. Kecuali ini adalah anak SMA yang baru masuk kuliah. Ditambah lagi, Matt sempat mendengar mereka membicarakan tentang pekerjaan mereka sebagai online customer service.
Matt memejamkan mata. Ia mengantuk.
"Hallo, sayang? Lagi dimana?"
Matt mendengar suara cowok. Ia mengintip sejenak dan cowok yang berada di hadapannya sedang berbicara melalui ponsel.
"Sama temen-temen lagi pergi," kata cowok tersebut sekali lagi, kali ini disertai senyum di bibirnya.
"Sama temen-temen cewek, kok! Tenang aja!" ketiga temannya yang cewek saling bicara, berusaha agar suara mereka cukup keras didengar oleh seseorang yang dipanggil 'sayang' oleh teman cowok mereka.
Meskipun kaget mendengar komentar yang terakhir, tapi Matt tetap menutup matanya. Hm...katanya lagi dalam hati. Enak juga ya, bisa terbuka seperti itu. Apalagi didukung oleh teman-temannya. Jadi inget sama....
"Udah beli baju baru untuk anak kamu belum?"
Matt kontan membuka matanya. Ia berusaha sekua tenaga untuk menjaga ekspresi mukanya tetap datar. Tapi dalam hati ia berteriak sekuat tenaga WHHAAATTT????!!!!
Ya ampun!! Matt kembali berteriak dalam hati.
"Ya elu! Sama bini aja takut! Bilang aja...lu mau ketemu sama...bini lu yang lain! Hahahaha...udah kangen nih!"
OH MY GOD!!! Sekali lagi, Matt berteriak dalam hati.
Walah...kalau gue sampe seperti itu, jadi pacar cowok beristri...wah...gak deh!! Gak mungkin banget gue didukung sama yang lain! Bisa-bisa gue dikutuk oleh Anjing Langit! Belum lagi injakan maut Gajah Afrika. Atau malah, bisa-bisa gue ditenggelamkan di Laut Artic oleh Killer Whale. Wah...gak deh. Makasih, tapi enggak lah yauw!!
Perlahan-lahan, Matt menggelengkan kepala, kemudian kembali mengatupkan mata. Menjadi seorang gay memang tidak mudah. Tidak pernah akan mudah. Tapi, ia masih punya harga diri untuk tidak terlibat dalam sebuah affair yang tidak bernilai seperti itu.
Bus Transjakarta yang Matt tumpangi baru saja melewati halte Bundaran HI. Perjalanan menuju halte Kota masih cukup lama. Paling tidak, cukup untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnnya yang lelah. Besok ia masih harus kembali bekerja.
The End
Untuk seorang Matt, yang ceritanya gue ambil dan gue kembangkan sendiri. Thanks ya untuk ceritanya...:)