Gak. Kali ini gue gak ngomongin wedding. It's MORE than just the wedding. Ini soal marriage. Sesuatu yang harus kudu wajib mesti dianggap sesuatu yang sakral.
Sebagai orang Katolik (dan Kristen) yang namanya menikah itu, sekali seumur hidup. Jadi, begitu sudah memutuskan untuk menikah, ya sudah harus siap dengan segala konsekuensinya. Apapun itu. Hidup bersama (serumah) dengan sodara/kakak adik aja sering ribut dan bisa gak cocok. Lha ini gimana kalo tinggal sama orang lain yang BUKAN sodara? Jadi kebayang dong, betapa SUSAHnya menikah itu.
Gue gak mau ngoceh panjang lebar, karena gue ngerasa kalo gue kurang berhak ngoceh soal menikah, karena toh gue masih single. Tapi, berhubung dua orang temen gue dah married, dan memperhatikan pernikahan mereka, sedikit banyak gue tahu seperti apa SEHARUSNYA sebuah pernikahan yang baik itu. Maksudnya dilihat dari kacamata anak muda.
Gak perlu sebut nama, tapi GILA DEH gue hari ini mau marah-marah aja bawaannya. Bener!
Bagaimana bisa seorang suami bisa lebih memilih memperhatikan adik kandungnya yang baru selesai melahirkan, dibandingkan istrinya yang sedang collapse akibat HB darah turun? Bagaimana bisa seorang suami mengeluarkan kata-kata, "kalo adik tidak ada istilah 'bekas', kalo istri ada."
BAGAIMANA BISA?????
Gue kecewa. Benar-benar kecewa.
Gue gak mau menganalisa kata-kata tersebut, karena gue tidak menemukan analisa yang bagus/positif.
Dan gue, serta paus dan anjing, kali ini melakukan intervensi. Sesuatu yang, jujur gue katakan, kita lakukan dengan mempertimbangkan banyak hal. Tapi, melihat bahwa it's the only way yang bisa kita lakukan, ya sudah. Mau tidak mau kita 'intervensi'.
Gak tau apakah intervensi yang dilakukan ini emang bisa berguna atau tidak. Semoga saja bertahan lama.
Satu hal yang menurut gue seharusnya dijadikan patokan dalam pernikahan adalah; ketika lu married, maka yang disebut keluarga/family adalah suami atau istri lu. Udah. Kalo punya anak, maka family lu adalah suami atau istri plus anak. BUKAN suami atau istri plus anak PLUS orang tua kandung or orang tua mertua. BUKAN.
Tapi, memang bukan berarti juga lu putus hubungan dengan orang tua atau mertua. Ya gak juga lah. Hanya saja urutan prioritas-nya menjadi berbeda.
Jangan udah menikah, tapi yang dipikirin malah orang tua sendiri, adik kandung, kakak kandung, sedangkan istri malah urutan sekian. Lha udah married apa belum sih?
Pernikahan di Indonesia dengan pernikahan di luar negeri emang beda. Kalo di Indo 'kan istilahnya you're married to the WHOLE family. Itu bener. Tapi yah masak semua anggota keluarga besar mau dimasukkin ke dalam lingkungan keluarga lu? Mau kapan mandiri/dewasa-nya?
Duh...untung Oma gue tuh gak pernah ngerecokin/turut campur/banyak bicara dalam keluarga anak-anaknya. Dan untung juga gue ngeliat emak-bapak gue gak pernah ngerecokin/turut campur dsb ke keluarga adik-adiknya.
Gue dan yang lainnya dari tadi cuma bisa geleng-geleng kepala, terbengong-bengong, terkaget-kaget dan SEDIH.
Yang akhirnya keluar adalah kata-kata "Tuh 'kan! Gue bilang juga apa!" dan "Aduh!!! Seandainya dulu kita maksa!!". Sedih aja gitu lho sampe keluar kata-kata yang bernada dan berkonotasi penyesalan seperti itu.
Yah...semoga ini sekedar ujian awal saja dan mereka berdua bisa melewati hal ini semua dan bisa langgeng sampe kakek nenek. AMIN!!!
1 comment:
Tunggu... ini adiknya si Y yang 'bermasalah' itu, atau yang lain ya?
Kalau yang 'bermasalah' itu sih, nggak heran kalo Y lebih memilih adiknya.
(gue menulis ini dengan menebak2 siapa yang jadi pokok pembicaraan. Tapi kalo tebakan gue bener, berarti faktor X dari si adik itu harus diperhatikan)
PS: R pernah cerita nggak tentang masalah adiknya Y itu ke lo?
Post a Comment