Seperti biasa, tanggal 3 Desember adalah hari ulang tahun gue. Dan seperti biasa tiap tahun, gue selalu (seinget gue ya) ngajak makan temen-temen gue. Yang gue ajak memang mereka yang gue anggep temen, temen curhat, temeng ngobrol, temen berbagi. Sudah tentu jumlah mereka yang gue anggap temen jumlahnya memang banyak, tapi biasanya jarang bisa dateng full team. Tahun lalu, jumlah yang dateng cukup banyak, 10 orang. Kali ini, yang bisa dateng cuma 5 orang, bareng sama gue sendiri, jadi tadi berenam.
Nothing special. Kali ini sengaja bikin acaranya siang. Kita makan di Hong Kong Cafe yang ada di Jl. Sunda. Gue bilang jam 1-an, tapi baru pada lengkap sekitar jam 2an. Hahahaha...biasalah.
Pas mau selesai, tau-tau Yan ngasih gue a brown paperbag yang cukup berat. Begitu gue liat isinya ternyata ada kado!! Gue udah nebak ini pasti buku. Berat dan besar. Kotak pula! Gue curiga...jangan jangan...jangan jangan nih....tapi gak berani mastiin. Karena rasanya enggak mungkin gue dibeliin buku itu. Begitu dibuka bener aja.
OMG!! I'm truly really have the BEST FRIENDS EVER!!!! Look what they gave me!!
Gue speechless. Gue gak bisa ngomong apa-apa selain bilang, "Kalian semua sinting." Crazy for buying me this wonderful book. Crazy for giving me what I want. Crazy for approving the idea of buying me this book. Just plain crazy!! I almost cried. Tapi gue tahan, sungkan.
Dan malam ini, selagi gue nulis ini blog...sekali lagi gue ngerasa betapa beruntungnya gue, betapa terberkatinya gue, betapa bersyukurnya gue, for having these crazy and yet wonderful people I called my best friends.
Thank you guys! You are the best!!
Sunday, December 4, 2011
Thursday, December 1, 2011
Celebrity Wedding - aliaZalea
Semuanya bermula dari...
Inara sudah bosan dengan perlakuan keluarganya yang terlalu protektif kepadanya, selalu mencoba mengatur hidupnya, sehingga dia ingin menunjukukkan kepada mereka bahwa dia bisa mengambil keputusan sendiri sebagai wanita dewasa.
Kemudian...
Revel betul-betul terdesak mendapatkan seorang istri secepatnya untuk menyelamatkan karier musik dan image-nya di mata masyarakat. Bukan dia yang menghamili Luna, kekasihnya, dan lalu tak mau bertanggung jawab.... Dia harus menikah untuk menepis gosip itu. Dan pilihannya jatuh pada Inara, akuntang publik yang bekerja padanya.
Hasilnya...
Sebuah pernikahan di atas kertas yang sepatutnya akan menguntungkan mereka berdua. Semua berjalan cukup lancar sampai Revel dan Inara mendapati bahwa pernikahan tersebut mulai terasa lebih nyata daripada yang pernah mereka bayangkan. Mampukah keduanya menepati janji masing-masing untuk mengakhiri sandiwara ini ketika kontrak berakhir?
Jujur, entah apa yang ada dipikiran gue waktu memutuskan untuk beli ini buku. Apalagi buat yang kenal sama gue, susah banget buat seorang Zenia beli buku lokal dari seorang pengarang yang belum pernah gue baca karyanya. Selama ini buku pengarang lokal untuk kategori macam chicklit - metropop yang menurut gue "sempurna" adalah Marga T dan Clara Ng. Selebihnya...gue enggak berani ambil resiko. Tapi rupanya resiko itu gue ambil kemaren.
Yup. Buku ini dengan sukses langsung gue baca setelah gue beli. Hehehehehe....TUMBEN banget kan?!!
Mungkin karena gue tertarik dengan sinopsisnya? Mungkin karena setelah gue baca bagian prologue nya gue tertarik dengan jalan ceritanya? Maka gue belilah ini buku. Sampe rumah langsung gue baca. Kristik gue untuk sementara dihentikan dulu demi buku ini.
Dan baru halaman pertama gue udah langsung berkomentar ini dan itu....berlanjut hingga halaman terakhir. Yah sebenernya sih dari waktu baca prolog itu pun gue juga udah mengerutkan kening gue...tapi gue cuekin, toh ceritanya menarik menurut gue...tapi karena semakin ke belakang jumlah yang membuat gue mengerutkan kening semakin bertambah...gue mulai terganggu dengan hal itu.
Oke...secara keseluruhan, gue suka dengan konsep/ide ceritanya. Klise sih, klise abis, dan merupakan cerita resep lama. Tapi lagi, namanya juga roman. Mau cerita kayak apa lagi sih? Gue suka dengan ritme ceritanya...mengalir dengan lancar. Selebihnya....kedodoran menurut gue.
Hal yang sangat menganggu gue sekali dalam buku ini adalah gaya penulisannya. Bukan gaya berceritanya, tapi lebih ke masalah teknis, alias bahasa. Ya ampun...bahasa yang digunakan campur aduk alias bahasa gado-gado antara Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Apalagi menurut gue, kata-kata yang digunakan itu seharusnya bisa diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Gue baru ngerasain sekarang ini, betapa tidak enaknya membaca dengan bahasa gado-gado seperti ini. Terlebih lagi, jika kata-kata tersebut digunakan sebagai narasi, bukan bagian dari percakapan.
Contoh: "Dia baru menyadari bahwa buku-buku itu diatur berdasarkan ukuran dan alphabet nama pengarang". Apa tidak bisa kata alphabet dirubah menjadi 'abjad'. Lalu di halaman pertama, awalnya menggunakan kata 'firm' untuk firma, tapi kemudian di kalimat selanjutnya menggukanan kata 'firma'. Lha? Kenapa enggak dari awal aja menggunakan kata firma? Kenapa jadi harus dua istilah seperti itu. Untuk kata-kata yang mungkin tidak ada atau belum ada padanan Bahasa Indonesianya, gue masih maklum, tapi rasanya aneh dan kurang tepat kalau padanan katanya ada dan tetap memilih menggunakan istilah bahasa Inggris.
Kenapa soal bahasa cukup menganggu gue? Mungkin karena artikel Femina yang pernah gue baca waktu dulu itu cukup menohok gue? Coba baca postingan gue tentang bahasa, mungkin dari situ akan lebih ngerti.
Hal lain yang juga cukup menganggu gue adalah soal penokohan Inara. Di buku enggak diceritakan soal perlakukan keluarga Inara yang terlalu protektif. Semua itu hanya dilakukan dalam bentuk narasi, yang menurut gue hanya merupakan katerangan singkat, hanya sebagai latar belakang kehidupan Ina saja. Buat gue, itu enggak cukup untuk menggambarkan kepribadian Ina yang merasa terjepit dan memutuskan untuk memberontak. Gue enggak dapat perasaan itu.
Untuk hubungan antara Ina dan Revel sendiri....ketertarikan mereka berdua sudah digambarkan sejak pertama. Dari sini Ina yang memang tertarik pada fisik Revel, hal yang sama juga terjadi pada Revel, meskipun Ina digambarkan secara fisik berbeda dari perempuan yang biasa dipacari oleh Revel (model), tapi ketertarikan itu digambarkan ada. Tapi kemudian, sekali lagi gue tidak merasakan perkembangan ketertarikan itu. Bahkan sesudah mereka menikah kontrakpun, ketika hubungan mereka berdua dikatakan semakin lama semakin dekat, gue enggak ngerasain itu. Apa mungkin karena proses kedekatan mereka itu lebih banyak digambarkan dalam bentuk narasi daripada percakapan, jadi gue enggak bisa ngerasainnya?
Gue baru menyadari, bahwa gue ini termasuk orang yang taktil (tactile). Semakin dekat gue dengan seseorang, maka semakin nyaman gue menyenderkan tangan gue di bahu orang itu, semakin mudah gue menyentuh tangannya, lengannya, merangkul, dsbnya. Ya ngerti lah maksud gue. Baik itu laki-laki atau perempuan, hal yang sama akan terjadi. Gue bukan orang yang dengan mudah langsung melakukan itu semua pada orang yang baru gue kenal. Nah, di buku ini, bisa dibilang gambaran Ina dan Revel saling menunjukkan perasaannya lewat sentuhan itu bisa dibilang sedikit. Memang ada saat dimana Revel merangkul Ina dan sebaliknya, tapi itu terjadi pada saat mereka berdua memang sedang membutuhkan pelukan yang menenangkan hati. Gue mengharapkan lebih hahahaha. Enggak usah yang dalam skala besar, cukup gandengan tangan, rangkulan, hal-hal yang sederhana, tapi bisa terasa kasih sayangnya.
Sayang, pada saat buku ini abis, tinggal bab terakhir dan sebuah epilog, seorang Sufei meminta supaya gue menelpon. Dan gue yang masih dalam suasana dan aura 'roman' memutuskan untuk menelpon Sufei. Baru berakhir 2,5 jam kemudian. Dan pada saat akhirnya gue melanjutkan itu buku, aura roman yang sebelumnya telah dibangun (meskipun bolong-bolong), tidak bisa dibangun kembali hanya untuk sebuah bab dan epilog. Alhasil gue tidak merasakan apa-apa, sama sekali. Semua terasa hambar. Hieh....
Entah mengapa, gue merasa bahwa buku ini berantakan. Ada beberapa hal yang memberikan kesan bahwa keterangan-keterangan itu ditambahkan belakangan hanya untuk menjelaskan sesuatu. Yang seharusnya menurut gue bisa ditaro di depan atau dijelaskan terlebih dulu, ini malah ditaro di belakang atau dijelaskan belakangan. Mungkin maksudnya mau dijadikan sebuah pengungkapan, tapi gue malah enggak nyambung.
Secara umum, buku ini masih bisa dinikmati sebagai hiburan kok, karena toh gue masih terhibur dengan beberapa adegan didalamnya. Ada beberapa adegan yang menurut gue juga bagus. Jadi enggak bisa dibilang bahwa buku ini jelek juga. Tapi yah itu hahahaha....beberapa hal memang cukup mengganggu gue.
Selesai baca buku ini gue malah jadi mikir, apa udah enggak ada lagi ya buku yang bisa bikin gue terpesona, buku yang pada saat gue baca bikin jantung ikutan berdegup keras, ikut terbawa emosi tokoh-tokohnya? Ngeliat banyaknya 'protes' gue akan buku ini malah bikin gue ngenes sendiri...kacau.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Please e-mail me directly if you have any question about things that I wrote in this blog at celotehze@yahoo.com