Saturday, December 7, 2013

Back to Cibubur


 


Well...I'm back to Cibubur again.  Back to "teach" the kids English again.

Ada yang beda kali ini.  Bokap sakit, jadi enggak bisa ikut. Tapi ya itu, jadinya baweeelllll banget. Susah deh, biasa apa-apa dikerjakan sendiri, kali ini terpaksa didelegasikan ke gue dan yang lainnya. 

Jam 6 pagi udah berangkat dari rumah, mampir Sanmar dulu untuk jemput Tia, anak dari Pasuruan, dan bawa terpal. Nyampe Buper untung aja baru beberapa yang dateng dan udah ada Kak Pur.  Jadi setelah nuraninya barang, pasang meja,  gue cabut cari makan. Beli makan pagi di McD!!! Terus mampir beli Starbucks hahahaha...demi cap dan juga supaya gue enggak ngantuk. Terus buru-buru balik.

Jadwal mundur 30 menit, karena masih menunggu beberapa anak, tapi mulai juga sih upacara bendera jam setengah 9. Baru abis itu tante Elly dateng, mobilnya mogok bo di tengah tol, tapi jadinya malah pas. 

Kak Pur yang isi acara pertama.  Mendirikan tenda dan merapikan tenda. Abis itu tali-temali.  Seru juga ngeliatin mereka belajar tali-temali. Salah satu kelemahan gue di Pramuka hahaha. 



Berhubung udah jam makan siang, jadi sesudah acara Kak Pur, kita makan siang dulu, baru abis itu conversation sama gue.  Kali ini gue merasa lebih siap dan lebih tau mau ngapain.  Mungkin karena kemaren belum lama ini ke Philippines, dan sebelumnya ngajarin Bahasa Inggris juga buat mereka yang mau ke Jepang. Sampe sempet bingung tadi, karena ternyata yang ke Korea merupakan kegiatan taun lalu dan ke Jepang dan NZ taun ini.  Tadi conversation cuma sebentar, karena gue liat mereka udah pada bisa semua. Dan abis itu sempt ngebahas kegiatan dan situasi di Jambore. 

Sekarang mereka lagi jalan, itung-itung belajar jalan hahaha. 

Di sini panas sekaliiii. Semoga nanti malam adem. 


Monday, December 2, 2013

The Girl You Left Behind - Jojo Moyes

http://www.jojomoyes.com/admin/upload/1cad33665b671a57878a25d7dc53067aGYLBcover.png 

France, 1916:  Artist Edouard Lefevre leaves his young wife, Sophie, to fight at the front. When their small town falls to the Germans in the midst of World War I, Edouard’s portrait of Sophie draws the eye of the new Kommandant. As the officer’s dangerous obsession deepens, Sophie will risk everything—her family, her reputation, and her life—to see her husband again.

Almost a century later, Sophie’s portrait is given to Liv Halston by her young husband shortly before his sudden death. A chance encounter reveals the painting’s true worth, and a battle begins for who its legitimate owner is—putting Liv’s belief in what is right to the ultimate test.

I just finished reading this book on my ebook reader.  Since I read it on my ebook, and it doesn't have any brief synopsis about this story, I just read it.  To tell you the truth, if I've known the synopsis, I don't think I'll read this book.  This definitely not my kind of book.

The story divided into two parts.  Part  1 set at a little town in France around 1916, where the town was occupied by the Germans.  It tell about the town, about the people, and about the sisters, Helene and Sophie, both are married and their husbands are away at war.  And it tell about the painting that Sophie's husband made for her.  

Part 2 set in London year 2006, about Liv whose husband has been dead for 4 years and yet she doesn't seem can move on, and she own the painting of Sophie, that bought by her husband, David, as a wedding gift on their honeymoon.  And suddenly, the Lefevre demand that the painting, "The Girl You Left Behind" is returned to the rightfull owner, the Lefevre family.  And through this second part, we learned what happened to Sophie, to Eduard, and the painting.

As I said before, this is not my kind of book I read.  I never liked the story with war as a background. especially when the war is still going on.  I find it too depressing.  Even if in the end they have a happy ending, I tend to avoid any story with war in it.  And the truth, I don't even know why I keep on reading this book.

The pace is slow, maybe because I can almost feel, see, and sense the depressing mood or atmosphere of the story.  Everyday seems like a dread, waiting something bad to happen, and you have to be extra careful.

At the beginning, I admire Sophie, for her courage, her positive attitude, her hope.  She's never give up, and when she found out that her husband has been captured and send to reprisal camp, she'll do anything to keep her husband alive.  And that's when I started to dislike her hahahaha....

There are points where I really think that Sophie was stupid, too naive, too trusting, but I have to admit that she's really...really perseverance.  And sorry to say but I kinda expected to read about Sophie's death before the book was end. 

When I reached the second part, I feel sooo relieved! Oh finally! We arrived at 2006! But what do you know...it still depressed hahaha....Liv still can't move on after 4 years her husband died, she has no money, she mortgaged her house (it was designed by her husband), and when she finally start to move on, she found out that the guy she's been seeing is the guy whose job is looking and returning the stolen painting, and the painting was Liv's.  Suddenly she has to fight for her painting in court that will cost a fortune. 

If you ever read Heist Society (and the sequels) you know that during WW2, lots of painting (and sculpture) were taken by the Nazi, just because its beauty (and they wanted it).  After the war, lots of the painting and the sculpture were returned to the original owner.  Sometimes the process take a lot of time, because first the painting must be found and the owner has to proof that they really are the owner.

The painting "The Girl You Left Behind" was rumored to be stolen while WW1 and since it was stolen, according to the law, the painting must be returned to the rightful owner.  The Lefevre.  Liv, who doesn't want to part with the painting, start to look for the story behind the painting.  She's began to look about Sophie's family.

And in second part, we also begin to know what happened to Sophie, and later about Eduard.

Oh wow...for not my kind of book, I wrote a lot about the book :D

I really don't know why I keep on reading this book.  Maybe because I want to know what will happen to Sophie.  I want to know if her sacrifice will fruitful. And in the end, I want to know what happen to the painting, to Liv.

Thanks God it has a happy end, so I'm quite happy with the result hahaha.

While I read this book, I can't keep myself from comparing the sensation I felt, and one book come to mind.  The Gargoyle.  The story is definitely not the same, but both books are drama, with slow pace, quite lots of descriptive, and have a somber mood. 

I don't know if I'll buy her books, but at least I know I enjoyed reading this book.

 

Frozen

http://www.scifinow.co.uk/wp-content/uploads/2013/11/Disney-Frozen-film-review.jpg 

Frozen is finally here!

Seneng akhirnya bisa nonton ini film, hari Sabtu kemaren, bareng Ingrid's family.  Kita nonton yang jam setengah 8 malem di Blitz Grand Indonesia, karena di PI adanya yang 3D (Nicole belum betah nonton 3D), dan harga tiket di Studio XXI @75rb...lebih murah di Blitz yang cuma 55rb.

So...Frozen.

Frozen merupakan animasi karya Walt Disney Animation Studio.  Frozen adalah saduran bebas "Snow Queen" karya Hans Christian Andersen.  Sadurannya bebas banget, karena enggak ada mirip-miripnya sama sekali dengan Snow Queen hahahaha.

Seperti cerita karya Disney lainnya, terutama yang animasi dan ada Princesses nya, pasti ada lagu-lagunya.  Kali ini pun juga sama, film dilengkapi dengan lagu-lagu yang ikut ambil bagian dalam cerita. Gue suka banget lagu yang dinyanyiin Olaf "In Summer"...OMG it's so hilarious!! Dan lagunya Kristoff "Reindeer(s) Are Better Than People" juga lucu, meskipun pendek.  Terakhir, yang mungkin menjadi 'gong' nya adalah "Let It Go", dinyanyikan Elsa.  Tapi setelah gue pikir-pikir, gue lebih demen lagu opening scene-nya hahaha...enggak ada liriknya, cuma semacam hymn, tapi dari pertama kali gue denger gue udah langsung suka. 

Frozen bercerita tentang dua kakak beradik Elsa dan Anna yang merupakan putri Kerajaan Arendelle.  Elsa, sang kakak, ternyata punya kemampuan sihir, bisa mengeluarkan es melalui sihirnya.  Sampai suatu ketika tanpa sengaja Anna terluka karena sihirnya Elsa.  Sejak saat itu, Elsa jadi takut dengan kemampuannya dan atas desakan kedua orangtuanya, mengurung diri.  Pada saat Elsa naik tahta menjadi Ratu, kemampuan Elsa yang selama ini ia sembunyikan tiba-tiba muncul karena emosi.  Elsa semakin panik, semakin tidak terkontrol kemampuan sihirnya, hingga menenggelamkan Kerajaan Arendelle dalam salju, dan Elsa melarikan diri tanpa tahu apa yang telah ia lakukan.  Anna, merasa bersalah, segera mengejar Elsa.  Dalam perjalanan, Anna bertemu dengan Kristoff, Sven, dan Olaf, yang kemudian menemani Anna mencari Elsa.

Kristen Bell mengisi suara sebagai Anna, Idina Menzel sebagai Elsa, dan Jonathan Groff sebagai Kristoff.  Dari ketiganya, gue paling terkesan sama Idina Menzel.  Sejak di Wicked, gue udah terkesima sama dia dan di Frozen, tetep terkesima hahaha. Malah ada beberapa bagian yang gue ngerasa jadi mirip Wicked, terutama pada bagian Elsa dan Anna nyanyi bareng, di saat yang sama, tapi masing-masing dengan kalimatnya sendiri-sendiri.  Jadi mirip sama Les Miserables juga sih. Vokalnya Idina Menzel di lagu ini memang keren, apalagi bagian terakhir.  Gue bener-bener kebayang Wicked.  Suer demen banget gue sama lagunya.

Yang membuat Frozen berbeda dari cerita Disney yang lain adalah...kali ini Elsa dan Anna bisa dibilang tidak membutuhkan pangeran atau para cowok untuk membebaskan mereka dari kesulitan.  Oke, Anna membutuhkan bantuan Kristoff dan Kristoff memiliki peranan yang cukup besar dalam membantu Anna, tapi pada akhirnya Anna sendiri yang menyelesaikan semua permasalahan. Dan adegan terakhir dengan sukses membuat gue berkaca-kaca.  Juga adegan awal waktu Anna masih kecil dan dia ngetuk pintu kamar Elsa sambil ngomong "Do You Want To Build A Snowman" dengan ending yang...sedih...

Sejak Rapunzel (Tangled), Disney Princesses agak berbeda, lebih punya girl power, lebih independen dan lebih berani.  Mungkin sesudah  Frozen, Disney Princesses nya bisa lebih independen lagi hahaha.  Sebenernya ada satu kejutan lagi sih di film ini, yang membuat gue sampe kaget dan agak tidak percaya, karena menurut gue tumben gitu lho Disney buat cerita seperti ini, tapi ya ternyata memang iya hahaha...so better see it for yourself.  Bukan sesuatu yang besar, tapi yah cukup mengejutkan.

Buat gue sendiri, gue lebih seneng Tangled, karena ceritanya lebih romantis dan ada lagu "I See The Light" yang menyentuh banget.  Sedangkan Frozen lebih ke sisterhood dan courage yang diselipin roman.  Tapi biar begitu, gue tetep suka Frozen.  Satu lagi film Disney yang masuk daftar film favorit.

Sunday, November 24, 2013

The Naturals - Jennifer Lynn Barnes


 

OK...setelah berbulan-bulan enggak nulis blog, setelah baca buku ini, gue terdorong untuk nulis review-nya. 

The Naturals, by Jennifer Lynn Barnes. 

Seventeen-year-old Cassie is a natural at reading people. Piecing together the tiniest details, she can tell you who you are and what you want. But, it's not a skill that she's ever taken seriously. That is, until the FBI come knocking: they've begun a classified program that uses exceptional teenagers to crack infamous cold cases, and they need Cassie. 

What Cassie doesn't realize is that there's more at risk than a few unsolved homicides-especially when she's sent to live with a group of teens whose gifts are as unusual as her own. Soon, it becomes clear that no one in the Naturals program is what they seem. And when a new killer strikes, danger looms close. Caught in a lethal game of cat and mouse with a killer, the Naturals are going to have to use all of their gifts just to survive. 



Yang gue beli di Periplus ini terbitan UK. Yang terbitan Amrik, cover ya agak beda, tolong dilihat di Amazon sendiri ya. Anyway, di buku yang gue beli ini, sinopsis singkatnya ada menulis soal 'profiler', berhubung gue termasuk yang senang dengan film seri Criminal Minds, kata profiler mau enggak mau membuat gue tertarik dengan buku ini, jadilah gue beli.

Akhirnya buku ini selesai juga gue baca dan tebakan gue bener.  Kalau Ally Carter "Heist Society" merupakan versi remaja Ocean 11, "The Naturals" adalah versi remaja Criminal Minds.  Di Amazon ada ditulis perpaduan antara The Mentalist dan Pretty Little Liars. Buat gue sih agak kurang pas. Berhubung gue enggak baca ataupun nonton Pretty Little Liars, jadi memang enggak bisa bikin perbandingan. Soal The Mentalist, well....bisa dimengerti sih kenapa bisa muncul kesimpulan itu, tapi gue tetap pada pilihan gue, Criminal Minds.

So...meet Cassandra Hobbes (Cassie), 17 tahun, yang tiba-tiba direkrut oleh FBI, untuk diasah menjadi Profiler.  Kemampuan Cassie merupakan kemampuan alami, yang kalau tidak diberikan pengarahan yang tepat, kemampuan tersebut lambat laun bisa berkurang.  Sealami apapun sebuah kemampuan, kalau tidak dilatih tentu akan memudar. 

Cassie tidak sendirian, ia kemudian akan bertemu beberapa remaja lain yang kurang lebih sebaya dan sama berbakatnya dengan Cassie sendiri.  Ada Lia, Sloane, Michael, dan Dean.  Masing-masing dengan kemampuannya sendiri-sendiri, kecuali Dean yang sama seperti Cassie adalah seorang Profiler.

Tentu semuanya tidak lengkap tanpa adanya cinta segitiga.  Udah ketebak tentunya antara siapa dengan siapa, dan sayangnya sampe buku pertama ini selesai, cinta segitiga itu masih berbentuk segitiga, sesuatu yang sangat gue sayangkan, karena gue benci cinta segitiga hahahaha...

Terlepas dari itu semua, gue menikmati banget buku ini.  Mungkin karena memang mirip Criminal Minds kali ya. Plus, kita juga jadi sedikit banyak tahu soal victimology, soal MO, soal observasi, dan hal-hal lain.  Kadang jadi mirip Sherlock Holmes, terutama pada saat Cassie atau yang lainnya, menguraikan jalan pikiran mereka.  Jadi cukup banyak yang bisa dipelajari juga di buku ini.

One thing for sure, cant wait for the next book, next year. 

Saturday, August 31, 2013

Harry Potter - The 15th Anniversary Edition

I literally opened my mouth when I see this.  Flabbergasted too, I think.  And after that...wishing so hard that I can buy this book.  Oh God!! Please!!!

(anyway, this is not a book review although I did talk about a book, but I still put it under label: book review)

So...I was looking for books from Suzanne Brockmann on the internet, searching for another books from her series that I didn't get yet, but since it's from 1999, it kinda hard to look.  Then, I start to look in bookstore like Periplus, Book Depository, and Open Trolley.  When I get to Open Trolley then my eyes stumble upon something.  

Harry Potter.

Dito and I (or is it Dito and ME? I always get confused), anyway, both of us is still crazy about HP.  And it seems like every book we read, some part of it always back to HP.  It really droves us crazy.  Until now, I still can see HP movie without getting hyperventilating (yeah I know it's hyperbola).  We may never dressed like a Hogwarts students, or visited Pottermore everyday, and I may never remember all the words from the book, but I assure you, both of us is Potterhead :D

Back to the bookstore.

Apparently, this year, commemorating 15 year of HP (I can't believe it's been 15 years already!!), Scholastic was going to release a new cover for HP books.  And I love it!! 

And here they are..























And according to  Book Depository and also Open Trolley, "This special edition of "Harry Potter and the Sorcerer's Stone" has a gorgeous new cover illustration by Kazu Kibuishi. Inside is the full text of the original novel, with decorations by Mary GrandPre." And on Open Trolley there's a little bit more information, "and bonus material in the back." 

The last part really got me curious.  What bonus material?

This what Amazon.com has said about this newest edition:

The deluxe edition includes a 32-page insert featuring near scale reproductions of Mary GrandPré's interior art, as well as never-before-seen full-color frontispiece art on special paper. The custom-designed slipcase is foil-stamped and inside is a full cloth case book, blind-stamped on front and back cover, foil stamped on spine. The book includes full-color endpapers with jacket art from the Trade edition and a wraparound jacket featuring exclusive, suitable-for-framing art from Mary GrandPré.

And not just that...after we (or me, or you) bought all of the seven books, you'll have this..


Even the spine of the book will make a wonderful picture.  I think it's Hogwarts.

So...are you going to buy it.  I think I will.  Hahahaha...although don't know when, but this one is really nice to collect. 

I have HP books.  Bahasa Indonesia edition and also English edition.  Bahasa Indonesia edition, since its only  from one publisher so I got the complete set.  Not the English edition.  I also planned to collect the "signature" edition, where on the cover there's HP' signature, but I don't think I complete it yet.  But this one...I think I will.

Dito...what do you think?? :D

Friday, August 23, 2013

Percy Jackson - Sea Of Monster



So...finally Percy is here...and I decided to see it today.  I saw the 3D.  Not so much different I think from the 2D, I just prefer the 3D version.  Dito asked me to write a review about this movie, right after I saw it.  And here it is...


Hm...mau jeleknya dulu atau bagusnya dulu ya? I have a mixed feelings about this movie.  I did enjoy it, but on the other hand...there are some things that I think shouldn't be put on the movie right away.  But, since the first movie already waaaaayyy off from the book, unless they decided to redo book 1, the second movie just continued from the first movie.




Buat yang udah b'll be disappointed.  Dan setelah gue baca wikipedia...jadi tambah lemes hahaha...karena filmnya bener-bener beda dengan yang versi buku.  Secara garis besar, masih sama jalan ceritanya, mengenai Percy yang pergi menuju Sea of Monster untuk mengambil The Golden Fleece, demi menyelamatkan pohon Thalia, yang kemudian masih harus berurusan dengan Luke Castelan dan Kronos. Tapi cuma sebatas itu aja yang sama, karena runtutan kejadiannya sama sekali dibikin beda dengan yang di buku.

Sedangkan buat yang belum pernah baca bukunya, film ini bakal bisa dinikmati dengan santai dan seru.  Actionnya lumayan banyak, beberapa adegan cukup lucu, dan CHB sendiri terlihat lebih...apa ya...dibandingkan film yang pertama CHB lebih homey, lebih berdekatan satu sama lain.  Gue cukup suka dengan adegan pembukanya.  Mungkin lagu latarnya juga membantu hahaha...tapi gue suka sih adegan awalnya.  Dari adegan awal itu bisa dibilang keliatan banget seperti apa sebenernya kepribadian Percy itu.  Dan buat penggemar Percabeth (me included), bakal suka banget, karena Percy dan Annabeth ditampilkan begitu affectionate satu sama lain.
 






Salah satu tokoh yang cukup gue nantikan adalah kehadiran Tyson.  Setidaknya kali ini, penokohannya kurang lebih sesuai dengan di buku.  Gue suka dengan Tyson di sini, meskipun kalo di buku, Tysonnya lebih terlihat "bodoh" sih, sedangkan kalo di film Tyson lebih terlihat "polos".  Tapi satu yang buat gue terlihat adalah betapa Tyson sangat sayang dengan Percy dan Percy pun, meskipun awalnya agak ragu/cemburu, berusaha untuk bisa menerima Tyson apa adanya.




Sedangkan Clarisse, buat gue mengejutkan.  She's pretty! Hahahaha...bukan berarti Clarisse jelek pas di buku, cuma ya enggak sesuai dengan gambaran gue sih.  Untungnya, kesinisan dan kesombongan Clarisse tetep muncul di film.  


And Grover...he's still funny :D Setidaknya adegan pembuka di buku tetep ada meskipun letaknya sudah nyaris di akhir cerita.  

Gue sempet bilang sama Dito, kenapa yah PJ enggak dibikin seperti Tolkien punya buku atau at least seperti Harry Potter lah.  HP juga enggak sama persis dengan di buku, tapi setidaknya jalan ceritanya kurang lebih masih sama.  Usia tokohnya sama, prophecynya juga sama, tokoh-tokoh yang ternyata menjadi double agent juga enggak ditunjukkin di awal film, meskipun buat pembaca kita udah tau siapa yang baik dan siapa yang jahat.  Nonton PJ ini, menurut Dito, seperti nonton PJ versi fanfiction hahaha...

Bisa gak ya...5-10 tahun lagi film PJ dirombak ulang dan bikin ulang dan dibikin seperti bukunya? Hahahaha...ngayal tingkat tinggi!!

Tapi yah...so far sih...gue cukup menikmati lah film ini.  Ada beberapa bagian yang buat gue enggak perlu, ada beberapa bagian yang menyenangkan dan menegangkan, dan beberapa adegan yang gue harapkan tetep ada.


PS: All posters are taken from teaser-trailer.com



Tuesday, August 6, 2013

Black Dagger Brotherhood - J. R. Ward







So...it's August already...

It's been awhile since I review a book or even read a book.  This time..3 books at once hahaha...Dont know why, but after I read these 3 books, I just feel like writing some review or what I think about these books.

Seperti yang bisa dilihat, ini buku berseri.  Black Dagger Brotherhood, atau disingkat BDB, karangan J. R. Ward.  Buku ini sempet "disinggung" oleh Mia, di bagian comment, waktu gue ngebahas (review) buku karangan Lynsay Sands. Kenapa BDB disinggung oleh Mia, karena buku ini kurang lebih memiliki latar belakang yang sama dengan buku karangan Lynsay Sands tersebut.  Vampire.

Yup.  Mahluk penghisap darah dan bertaring.

Jujur, dan gue enggak tau apa udah pernah gue singgung apa belum, gue termasuk yang suka dengan cerita vampire.  Apalagi waktu itu baca buku karangan Anne Rice "Interview with the Vampire".  Man! Love it! Inget banget baca tuh buku sampe ketakutan banget, karena tegang banget.

Tapi kemudian muncul Twilight....buyar dunia vampire gue hahahaha.

Twilight bisa jadi "merusak" citar vampire di mata gue, tapi di satu sisi, gue seolah-olah jadi kayak melihat bahwa you're allowed to have more than one kind of vampire.  Namanya juga mahluk khayal...mahluk gaib, jadi kayak enggak ada acuan baku soal vampire.

Setelah sebelumnya baca karangan Lynsay Sands punya cerita soal vampire, yang mana merupakan manusia tapi keturunan Atlantis, J. R. Ward punya vampire beda lagi ceritanya.

Menurut J. R. Ward, vampire merupakan species yang berbeda dari homo sapiens alias manusia.  Untuk bertahan hidup, vampire harus minum darah vampire lain yang berlawanan jenis.  Darah manusia bisa untuk bertahan hidup, tapi tidak untuk jangka waktu yang lama.  Vampire tidak bisa 'merubah' manusia melalui gigitan atau transfusi, meskipun untuk beberapa kasus vampire bisa memiliki keturunan dari spesies lain.  Vampire bisa menghilang sekehendak mereka, meski untuk melakukannya mereka harus tenang dan konsentrasi, serta tidak boleh membawa barang yang berat.  Mereka bisa menghapus ingatan manusia, dengan catatan ingatannya merupakan ingatan jangka pendek.  Beberapa vampire bisa membaca pikiran.  Usia vampire bisa mencapai ribuan tahun, bahkan hingga lebih.

Kesimpulannya, vampire adalah mahluk hidup.  Sama seperti manusia, cuma spesies yang berbeda.  

Sejauh ini, sudah 11 buku BDB yang keluar.  Gue baru baca 3, mau baca buku 4 dan 5, dan sayangnya di rumah cuma ada sampe buku 6.  Pembelian buku BDB terhenti karena gue belum sempet baca dan gue lupa udah sampe buku berapa yang gue punya.  Sangking enggak ingetnya, buku nomor 4 malah sampe kebeli 2x.  Hieh.

So...BDB bercerita tentang vampire yang termasuk kelas warrior, yang bisa dibilang keturanan raja, atau royalty.  Mereka berbeda dari civilianWarrior merupakan mahluk pilihan, yang memang bertugas melindungi dan menjaga kaum vampire dari kepunahan.  Yang menurut gue berbeda dari buku Lynsay Sands adalah, BDB ini punya musuh, Lesser Society atau lesser yang memang bertujuan membasmi para vampire.  Di sini, kaum lesser merupakan antagonis nya, karena mereka adalah manusia yang telah menjual jiwanya, demi membunuh vampire.

Meskipun demikian, BDB tetep masuk kategori roman sih menurut gue hahaha.  Okelah, ceritanya tentang para vampir  warrior, yang digambarkan begitu...apa ya...so huge.  Muscle man lah istilah kasarnya.  Masing-masing begitu...kuat, perkasa, jagoan dalam urusan berkelahi/berantem/bela diri.  Dan tetap, masing-masing punya "demon" nya masing-masing.

Yang menarik buat gue sih sebenernya nama-nama mereka.  Ya ampun...namanya lho..Wrath, Rhage, Zsadist, Dhestroyer, Vishous, Phurry, dll...terus belum lagi istilah-istilahnya...whalker, ahvenge, sehclusion, dll...hahaha...buat gue sih...lucu aja.  Tinggal diselipin huruh 'h', jadi berubah deh.

Dan karena ceritanya ini tentang sekumpulan warrior, jadi bahasanya juga...ya begitu deh...f word bertebaran, meskipun tidak di mana-mana, tapi tetep ada. Itu cuma bagian percakapan ya...tapi untuk bagian narasi sih menurut gue masih normal.  

Yang berbeda lagi adalah, menurut gue, masing-masing buku, meskipun menceritakan tentang salah satu brother, tapi cerita tentang anggota BDB yang lain juga tetep ada dan kisah-kisah mereka bener-bener berkaitan erat dengan cerita selanjutnya.  Jadi memang kudu baca dari awal (Dark Lover) baru ke akhir.  Sejauh ini yang gue liat, buku 1 bisa lah berdiri sendiri, karena kisah Wrath dan Beth memang 'selesai', tapi buku 2 dan 3, bisa dibilang menurut gue bener-bener bersambung, karena ending buku 2 ngegantung banget dan baru dilanjutkan di buku 3, baru kemudian 'selesai'.  Enggak tau buku 4 dan 5 gimana.

Sejauh ini, gue menikmati banget baca buku ini (3 buku dalam waktu 2 hari!).  Ikut ngerasain 'sakit hati', ikutan sedih pas ada adegan yang emang menyayat hati, dan ketawa pas bagian para anggota BDB saling guyon.  Komplit lah.

Gue gak tau apa ini ada terjemahan Bahasa Indonesianya apa enggak, karena buat gue ini cerita yang bagus dan lumayan berbeda.  

So yeah...Mia akhirnya buku ini dibeli dan dibaca juga, dan ternyata menarik untuk diikuti...

Thursday, July 11, 2013

World War Z: and oral history of the zombie war - Max Brooks



For those who knows me, and maybe read this blog, know for sure that I don't like to read stories about dystopian world.  And yet here I am, reviewing a book called "World War Z".  No, I'm not reading this book because all of the hype about the book, but unfortunately a little bit because of the movie.  Hey, I got curious.  I want to know what so good about the movie (and maybe the book).  I finally decided to buy this book (yup! I BOUGHT the book) was after my friend Dito told me that the book was actually quite good.  Hey, if Dito said it was good, why not try to read it.  So I did.

Bought this book maybe two weeks ago, at Periplus MKG.  Found a book that not in plastic wrap, so I can read the first page.  And I guess the rest was history.

And, I'm not just bought the book, but I also downloaded the audiobook from Audible.  Why? Because when I read the...review or the synopsis about the edition that I want to buy, they wrote this "These additional episodes feature a star-studded cast of narrators to coincide with the upcoming release of the film"

I know the audiobook version is still the ABRIDGED version.  Its mean that some part of the book was not recorded.  But, this version is the newest version, that got 5 additional hours.  But what really sell me was "a star-studded cast of narrators" part.  Instead of just 1 or maybe 4 narrators, now they have lots of people reading the book. And because the day I read the book was the day that I had to go to the mall and I really want to "read" so I'm beginning to look for the audiobook.

I never read any story about zombie attacks or war before.  I even didn't watch The Walking Dead.  I did watch Resident Evil, but I think I watched it just because I like all the cool movie effects.  And maybe a little bit because how they fight against the zombie. 

So, since I don't have any experience about zombie stories before, I don't think I can compare this book to any zombie book (is there another book about zombie?).

According to the title, this book is a history book, an oral history book about the zombie war.


The Zombie War came unthinkably close to eradicating humanity. Max Brooks, driven by the urgency of preserving the acid-etched first-hand experiences of the survivors from those apocalyptic years, traveled across the United States of America and throughout the world, from decimated cities that once teemed with upwards of thirty million souls to the most remote and inhospitable areas of the planet. He recorded the testimony of men, women, and sometimes children who came face-to-face with the living, or at least the undead, hell of that dreadful time. World War Z is the result. Never before have we had access to a document that so powerfully conveys the depth of fear and horror, and also the ineradicable spirit of resistance, that gripped human society through the plague years.

Ranging from the now infamous village of New Dachang in the United Federation of China, where the epidemiological trail began with the twelve-year-old Patient Zero, to the unnamed northern forests where untold numbers sought a terrible and temporary refuge in the cold, to the United States of Southern Africa, where the Redeker Plan provided hope for humanity at an unspeakable price, to the west-of-the-Rockies redoubt where the North American tide finally started to turn, this invaluable chronicle reflects the full scope and duration of the Zombie War.

Most of all, the book captures with haunting immediacy the human dimension of this epochal event. Facing the often raw and vivid nature of these personal accounts requires a degree of courage on the part of the reader, but the effort is invaluable because, as Mr. Brooks says in his introduction, “By excluding the human factor, aren’t we risking the kind of personal detachment from history that may, heaven forbid, lead us one day to repeat it? And in the end, isn’t the human factor the only true difference between us and the enemy we now refer to as ‘the living dead’?”

Note: Some of the numerical and factual material contained in this edition was previously published under the auspices of the United Nations Postwar Commission.


Eyewitness reports from the first truly global war

“I found ‘Patient Zero’ behind the locked door of an abandoned apartment across town. . . . His wrists and feet were bound with plastic packing twine. Although he’d rubbed off the skin around his bonds, there was no blood. There was also no blood on his other wounds. . . . He was writhing like an animal; a gag muffled his growls. At first the villagers tried to hold me back. They warned me not to touch him, that he was ‘cursed.’ I shrugged them off and reached for my mask and gloves. The boy’s skin was . . . cold and gray . . . I could find neither his heartbeat nor his pulse.” —Dr. Kwang Jingshu, Greater Chongqing, United Federation of China


“‘Shock and Awe’? Perfect name. . . . But what if the enemy can’t be shocked and awed? Not just won’t, but biologically can’t! That’s what happened that day outside New York City, that’s the failure that almost lost us the whole damn war. The fact that we couldn’t shock and awe Zack boomeranged right back in our faces and actually allowed Zack to shock and awe us! They’re not afraid! No matter what we do, no matter how many we kill, they will never, ever be afraid!” —Todd Wainio, former U.S. Army infantryman and veteran of the Battle of Yonkers


“Two hundred million zombies. Who can even visualize that type of number, let alone combat it? . . . For the first time in history, we faced an enemy that was actively waging total war. They had no limits of endurance. They would never negotiate, never surrender. They would fight until the very end because, unlike us, every single one of them, every second of every day, was devoted to consuming all life on Earth.” —General Travis D’Ambrosia, Supreme Allied Commander, Europe 


That was written on Amazon.com.

The story began with an introduction from the author.  He said that 12 years have passed since a VA Day was declared, and the reason he wrote the book was because of an assignment from UN to write a report about the zombie war.  But, since the UN deleted almost half of what he wrote (because it was too intimate), he decided (and even encouraged) to write the book based on the report.

If you expected this book to be like a story about a person or persons survival against the zombie and how he/she/they finally win, I don't think you'll find that in this.  Of course in the end all of them, we the human race are win against the undead. But that not how this story works.

The story is written or told from different point of view, or to be exact, come from different opinions.  From soldiers, doctors, politician, civilian, mothers, even crook businessman.  They told us how they knew about the zombie, how they survived, and how are they now.  Some were funny (yeah, I even can't believe that I can laugh when I read/hear it), some were quite depressing, some were frightening. You even know about what each nation were doing or planning to do to defeat the zombie.  Some were bitter about the whole zombie war, some can rise above it.

Max Brooks wrote it really like a history book. He wrote it how the zombie came to be (or at least how it spread), how the world reacted at first, then how the world get panic, and how the world decided to get smart about how to fight the undead.

Reading the book, I felt like I can see how it all come to be.  And it's scary.

I like the story about how the US Army begin to win against the undead, how they get smart on killing the undead.  I also like about the retirement farms for the army's K-9 Corps.  And about the Chinese Navy who decided to rebel against their own government, because according to them the government can't make the right decision (and they're right).  

Some of the story was quite boring for me.  I think mostly because I didn't understand the topic or because the person telling the story was too bitter. I still like a happy ending story.

Some of it maybe too far fetched, too good to be true, or maybe doesn't even make sense, but I don't know any of it, but if it did, well...its just a story. It's a zombie war!

In the end, the story is about us, human, not about the zombie itself.  Its about us.  How we face our trouble, how we rise above it (or sunk under it), how we learned to survive.  In the end, it's about hope.  That in the end everything will be alright (even if it takes 5-10 years).

So...I really like this book.  Different from what I usually read, but its worth it.  I don't know if I'll start reading any dystopian book (Hunger Games maybe? Since Dito also told me that it's not really a dystopian), but for this one, I like it.



Now, for the audiobook part.

OMG!! I really like it.  First, because there are so many narrators.  Each character's point of view was read by different person.  You have Nathan Fillion (Castle), Martin Scorsese, Jeri Ryan (Body of Proof), Masi Oka (Heroes), Alfred Molina (Spiderman) and many more.  Look it up on wikipedia.  Some were good, I mean it sounds like you were listening to the tape of the interview. And few were not so good, too monotone for me.  But most part, I love it.  I even listened to it while I'm inside the mall, doing some shopping in the supermarket hahaha...sometimes I even have to rewind the ipod.  But I really enjoyed listening to it.

Wednesday, July 10, 2013

The Assassin's Curse Duology - Cassandra Rose Clark

 Bulan Juni kemaren rasanya cukup penuh jadwal gue...unduh film, ke mal, ke mangdu, trus pergi sama Gerrie yang lagi dateng ke Jakarta.

Sebenernya ada satu buku Bahasa Indonesia yang menarik dan bagus, tapi entah kenapa dari kemaren gue masih belum niat untuk review.  Yang ada malah gue review dua buku ini dulu.

So...background.  Awalnya gue enggak ngeh sama dua buku ini.  Yang pertama kali gue liat adalah The Pirate's Wish yang ada di Amazon, karena memang The Pirate's Wish sepertinya merupakan buku baru alias new release.  Dengan malu gue mengakui, bahwa yang membuat gue tertarik adalah karena adanya kalimat "and come to terms with their growing romantic attraction" di bagian sinopsis buku. *facepalmed*

Setelah dicari, berhasil lah gue mengunduh dua buku ini.  Yup, yang dibaca versi e-book nya.  Dan kemudian gue iseng ke Audible untuk ngedengerin versi audiobooknya.  Ternyata suara naratornya menarik, jadilah gue juga ikut mengunduh versi audiobooknya.  Dan seperti biasa, gue membaca sambil mendengarkan audiobooknya.


 

Ananna of the Tanarau abandons ship when her parents try to marry her off to an allying pirate clan: she wants to captain her own boat, not serve as second-in-command to her handsome yet clueless fiance. But her escape has dire consequences when she learns the scorned clan has sent an assassin after her.

And when the assassin, Naji, finally catches up with her, things get even worse. Ananna inadvertently triggers a nasty curse — with a life-altering result. Now Ananna and Naji are forced to become uneasy allies as they work together to break the curse and return their lives back to normal. Or at least as normal as the lives of a pirate and an assassin can be.


Diliat dari covernya, udah ketebak kalo settingnya di padang pasir, middle east gitu. Setelah baca kalimat pertama atau mungkin halaman pertama, ketauan kalo mereka itu adalah bajak laut. (Kalau baca sinopsisnya sih sebenernya udah tau ya kalo Ananna itu bajak laut, tapi berhubung gue enggak baca sinospsinya jadi yah...gue enggak tau).

Semakin dibaca, semakin gue tau kalo ini cerita masuk kategori novel fantasi, again something that I should have known (Dito....gue menggunakan present perfect tense nih hahaha) if I read the synopsis.

Bisa dibilang, gue suka dengan buku ini.  Ananna digambarkan sebagai tokoh perempuan yang independen dan berani, maklum anak kapten bajak laut, sudah tentu kudu berani.  Cerita dilihat dari sudut pandang dia, alias menggunakan sudut pandang orang pertama.  Sesuatu yang awalnya enggak gitu gue suka, tapi kok ya makin banyak cerita yang gue baca menggunakan metode ini.  Hieh...nasib.

Cerita di buku ini berjalan dengan cukup cepat, enggak bertele-tele, dengan deskripsi yang enggak terlalu membosankan.  Deskripsinya cukup lah buat gue untuk membayangkan situasi dan gambaran lingkungan yang ada di dunia Ananna itu.  

Yang tidak gue sangka adalah, di buku pertama ini, kutukan yang dialami Naji, dan mau tidak mau juga merembet ke Ananna, tidak dipatahakn pada waktu buku berakhir.  Dan gue cuma bisa bilang, Thanks God gue udah ada buku dua!

Untuk buku satu, seperti yang udah gue bilang, buku ini cukup menarik.  Menarik untuk melihat lebih jauh latar belakang Ananna dan juga alasan kenapa sampai Naji terkutuk, melihat bagaimana mereka berdua berinteraksi karena dua-dua keras kepala (Naji yang harus melindungi Ananna sebagai efek kutukannya, sedangkan Ananna yang merasa dia tidak perlu dilindungi), kemudian Naji yang dikejar-kejar oleh kelompok dari The Mist, atau Ananna yang juga harus siaga menghadapi kejaran musuh (khususnya keluarga Hariri yang anak laki-lakinya tidak jadi ia nikahi).

Mengingat buku dan juga audiobook nya selesai dalam 1 hari, buat gue, buku pertama ini cukup tipis, dan kurang panjang hahaha.  




After setting out to break the curse that binds them together, the pirate Ananna and the assassin Naji find themselves stranded on an enchanted island in the north with nothing but a sword, their wits, and the secret to breaking the curse: complete three impossible tasks. With the help of their friend Marjani and a rather unusual ally, Ananna and Naji make their way south again, seeking what seems to be beyond their reach.

Unfortunately, Naji has enemies from the shadowy world known as the Mists, and Ananna must still face the repercussions of going up against the Pirate Confederation. Together, Naji and Ananna must break the curse, escape their enemies — and come to terms with their growing romantic attraction.


Lanjut, buku dua.

Ini dia buku yang membuat gue sampe enggak tidur, demi menghabiskan buku ini.  Jujur, I cheated.  Gue langsung ke bagian akhir demi mau tau apakah akhirnya happy apa enggak! Meskipun gue udah nebak bahwa mereka (Naji dan Ananna) bakal jadian, tapi tetep aja gue pingin tau.  Males banget kalo akhirnya salah satu bakal mati.

Buku kedua...I have mixed feelings about this book.  And after I think about it, I have mixed feelings about this series. 

Buku dua, langsung melanjutkan cerita dari akhir buku pertama.  Hidup di pulau yang asing mulai menjadi hal yang lumrah dan kegiatan mereka pun kembali "normal".  Sampai kemudian muncul sesuatu yang baru.  Manticore.

Yup.  Manticore.

Entah kenapa, pas gue baca bahwa ada manticore, yang ada gue malah tertawa.  Oh God! Kayaknya reaksi yang salah banget.  Tapi suer, itu yang muncul.  Apa gue merasa bahwa keberadaan manticore sebagai sesuatu yang enggak banget di cerita ini? Well...at least gue enggak langsung tutup tuh buku, karena gue langsung lanjut baca.  Jadi paling enggak gue bisa menerima kehadiran itu manticore.  Mungkin, yang bikin gue tertawa adalah karena manticore-nya bicara dan kalimat yang keluar dari mulutnya tuh lucu, seperti dia enggak mau makan Ananna karena dia enggak makan human-girl (manticore-nya perempuan; tapi ternyata memang manticore hanya makan human-boy), tapi dia juga enggak mau makan Naji karena Naji kena kutukan jadi dagingnya bakal alot banget.  Hahaha...

Di ceritanya Percy Jackson, manticore nya begitu sadir.  Di sini, meskipun masih sadis sih, tapi terlihat jinak di persepsi gue.

Di buku dua ini, romance-nya cukup kenceng.  Maksudnya, Ananna mulai mengakui bahwa ia suka dengan Naji and she's in love with him.  Tapi apa daya, Naji rupanya antara belum menyadari perasaannya atau tidak bisa mengungkapakan perasaannya.  Dan ini yang bikin gue akhirnya membaca sampai abissss.

Untuk urusan romance yang satu ini, gue bersyukur karena hanya diceritakan dari sudut pandang Ananna, jadi gue (pembaca) enggak perlu tau soal perasaan dan pikiran Naji soal Ananna.  Karena kalo sampe iya, bisa mampus aja gue rasanya.

Overall, ini buku, sama seperti buku kedua, menarik untuk dibaca.  Pace-nya cepat, actionnya banyak dan menarik, tokoh-tokohnya semakin menarik, romance antara Ananna dan Naji juga makin seru.  Di buku dua ini sepertinya mereka selalu on the go dalam rangka usaha mematahkan kutukan Naji dan Ananna. Marjani, tokoh yang sudah muncul di buku pertama, kali ini kebagian porsi yang lebih besar dibandingkan buku pertama, lengkap dengan latar belakangnya serta romance-nya sendiri. 

Tapi...ini dia.  Sepanjang baca ini buku, gue bingung bukan main.  Pertama, gue enggak tau umur si Ananna.  Is she 16? 17? Or even 15? Baru di buku dua ketauan bahwa Ananna is 17.  Ok then.  Mungkin seharusnya gue bisa nebak umurnya, tapi dari tingkah lakunya, gue perkirakan she's only 16.  Bagaimana dia tiba-tiba memutuskan untuk kabur begitu aja, tanpa ada persiapan, membuat gue berpikir bahwa Ananna is reckless and impulsive.

Kedua, gue bingung dengan genre ini buku.  Bukan sesuatu yang penting sih, tapi yah gue penasaran aja.  Ini masuk kategori Young Adult atau Adult? Tapi kayaknya sih masuk kategori New Adult, yang menurut wikipedia merupakan genre baru, dimana sasaran pembacanya adalah usia 18-25 tahun.  

Gue enggak inget bagian mana, tapi gue merasakan adanya elemen-elemen cerita lain di buku ini.  Mungkin hal tersebut bukan sesuatu yang aneh, karena yah...sebegitu banyak cerita pastilah kita terpengaruh.  Ini enggak gitu pengaruh sih di gue, cuma ya itu, tiba-tiba kebayang adegan di buku a, atau adegan di buku b.  Yang pasti, gue teringat banget sama Prince of Persia pas baca buku ini hahaha...dengan gurun pasirnya, kemudian Naji sebagai assassin; kemudian blood magic jadi keinget sama Harry Potter (halah! jauh banget dah!), kalo soal bajak lautnya sih jelas-jelas kebayangnya Pirates of Caribbean hahaha.

Gue cuma menyayangkan, ceritanya kurang dibuat lebih...apa ya...lebih detail mungkin? Kurang kompleks menurut gue.  Petualangan mereka, Ananna dan Naji dkk dalam mematahkan kutukan kurang banyak (?).  Ada beberapa bagian yang menurut gue bisa diperdalam sebenernya, tapi mungkin inilah kelemahan sudut pandang orang pertama, kehidupan orang lain selain tokoh utama, jadi tidak bisa dieksplorasi lebih jauh.

Tapi gue enggak nyesel kok baca dan dengerin buku ini.  Menarik untuk dibaca dan gue menikmatinya.



Add (12 July 2013)
Just remembered something.  Seperti yang udah gue bilang, gue merasa cerita ini kurang mantap, karena adanya elemen-elemen lain dalam cerita ini.  Oke lah elemen-elemen ini dimasukkan untuk menambah keseruan dan menunjukkan fantasi di cerita ini, tapi kemudian, buat gue jatuhnya jadi enggak konsisten.  Di salah satu cerita, tiba-tiba muncul automaton.  Gue kaget dong.  Gue yang awalnya bingung mau meletakkan ini buku di genre apa (YA apa Adults apa NA) tiba-tiba harus menambahkan genre lain lagi, yaitu steampunk.

Steampunk gue udah pernah bahas di postingan sebelumnya.  Kalo baca review gue soal bukunya Gail Carriger Etiquette & Espionage, bakal tahu bahwa itu cerita genrenya steampunk.  Yang mengganggu gue di cerita The Assassin's Curse series ini adalah, itu automaton cuma muncul di bagian perang, selebihnya enggak ada.  Enggak ada tanda-tanda bahwa mesin mulai merambah daerah tersebut, enggak ada mesin-mesin yang mempermudah mereka berlayar dsb.  Semuanya masih jaman kuno, kecuali itu automaton yang memang mengejutkan.

Oke, mungkin automaton merupakan barang baru, merupakan barang "import" belum semua orang punya, tapi yah masak sih sampe sebegitunya? Apalagi automaton-nya itu dalam jumlah yang cukup banyak dan bukan dalam ukuran kecil.  

Ini memang hal kecil, hal yang enggak terlalu pentinglah.  Ada keterangan atau tidak soal itu automaton memang bukan hal yang penting, apalagi mengingat ini cerita dari sudut pandang orang pertama, jadi kan bisa aja si Ananna memang tidak tau menahu soal itu.  Tapi sekali lagi, kesannya jadi aneh aja.

Gue bener-bener berharap cerita ini punya lebih banyak keterangan, lebih banyak penjelasan, dan lebih banyak eksplorasi.  Tapi sekali lagi, sepertinya terpentok oleh cerita yang diambil dari sudut pandang orang pertama.

 


Wednesday, June 19, 2013

I'm Going Home!

Last day!!!

Entah karena kemaren malam udah capek banget, tapi kemaren malem itu kayaknya gue tidurnya nyenyak banget, meskipun bangun lebih pagi. Tapi tetap aja abis itu balik tidur lagi, dan baru bener-bener bangun setengah 7an. Kali ini sempat bantuin masak dulu hahaha.  Ada kejadian yang agak menghebohkan, pagi-pagi air mati!!!! Ternyata listrik pompanya ada yang mati.  Tapi untung semua kemudian bisa diatasi.

Kemaren malam, acaranya molor banget, dan memang banyak sekali waktu kosong.  Tapi kemaren berhasil conversation bahasa Inggris, bener-bener belajar bicara.  Banyak tertawa juga.  Terakhir kita revisi bahasa Jepang, yang mana menurut gue cukup memuaskan.

Tapi memang kemaren cukup molor.  Selesai doa malam, langsung pada siap-siap tidur.

Hari ini ada kedatangan dari majalah Edukare.  Sempat foto-foto dulu.  Sementara yang lain pada latihan yel-yel, kita para pembina udah mulai clean up.



Sekarang lagi pada Open Forum, saling mengungkapkan kekesalan kesenangan harapan dan semua-semuanya di kesempatan ini.



Sepertinya memang kali ini regunya memang lebih kompak dibandingkan regu-regu sebelumnya.  

Hopefully sebelum mereka pergi, gue bakal bisa ikut nganter mereka.  

Tuesday, June 18, 2013

3rd Day of Practice


Gak nyangka, tau-tau udah masuk hari ketiga, alias hari Selasa, dan besok, Rabu, kita bakal pulang.  Menurut jadwal sih bubar jam 2, tapi bisa-bisa baru bakal lepas dari Cibubur jam 3 sore deh.  Oh well...

Ngebahas hari kemaren dulu, ya..

Kemaren hari yang melelahkan untuk anak-anak.  Mereka melakukan pengembaraan yang memang jaraknya jauh menurut gue.  Gue sih enggak ikut.  Malahan gue bisa baca buku sambil tiduran di feld bed gue. Malah gue sempat tidur sepertinya.

Sebelum pengembaraan dan selama mereka Orientaring, gue bantuin bikin hamburger untuk makan siang mereka.  Mereka dibekalin burger, roti, snack, juice, dan pisang.  Pas pulang, Christopher tetap aja nyaris pingsan hahaha....mukanya udah pucet banget.

Selesai Pengembaraan, mereka belajar tarian Sajojo.  Kebetulan, jadi gue bisa ikutan juga hahaha...itung-itung olahraga sore.  

Mereka mulai mandi, gue enggak ikutan mandi, karena ternyata mereka mandi, supaya bisa pake seragam yang baru dan abis itu difoto sama papa, untuk kartu nama mereka.  Gue ikut bantuin mereka rapi-rapi, dan sesudah itu waktunya makan malam.  Gak sempat waktu mandi.




Jadwal conversation agak maju, tapi setidaknya kali ini gue lebih dapat bayangan a our what should I do.  Seperti tebakan gue, introduction yang gue tulis enggak terlalu gue pake banget, tapi tetap gue jadikan patokan.  Rencana gue supaya mereka pura-pura menjadi orang asing lumayan berhasil juga, dan cukup lucu juga mendengar mereka bicara bahasa Inggris dengan logat Jawa.  

Selesai conversation, Tante Elly membagikan barang-barang dan juga rack sack juga.  Rame lah pokoknya.  

Jam 10 kita udah selesai, 1 jam lebih awal dari kemaren.  Tapi berhubung gue belum mandi, jadi kudu mandi dulu, dan setelah semua-semuanya, jam 11 aja gue tidur.  Dan berhubung sore udah sempat tidur, jadi baru bisa tidur jam 12 aja.

Hari ini, play time!! 

Sesudah makan pagi, mereka bersiap-siap untuk persembahan dari daerah masing-masing.  Pilihannya antara permainan daerah atau tarian daerah.  Akhirnya semua memilih permainan daerah saja.  Dari pihak Jakarta dan sekitarnya, memilih Galasin, sedangkan yang dari Jawa timur dan Banten, memilih Gobak Sodor.  It's fun to watch them! Apalagi waktu kudu milih anggota.



Selesai dengan bermain-main, mereka community service, yang mana mereka di suruh pergi keliling Cibubur, sambil bersihin sampah.

Begitu mereka kembali, waktunya untuk mulai siap-siap mengepak barang-barang mereka menggunakan rack sack mereka yang baru. 


Dan sekarang, mereka lagi latihan yel-yel.

Rencana gue untuk Face Time dengan Gerrie kayaknya bakal gue batalkan, karena ada salah satu anak yang ternyata cukup bisa bahasa Jepang.

We'll see later about that.
Free Delivery on all Books at the Book Depository
Please e-mail me directly if you have any question about things that I wrote in this blog at celotehze@yahoo.com