Wednesday, December 22, 2010

Both Sides


I've looked at life from both sides now
From win and lose and still somehow
It's life's illusions I recall
I really don't know life at all
It's life's illusions I recall
I really don't know life
I really don't know life at all

"Both Sides Now" - Hayley Westenra

So...udah lama enggak nulis di blog, padahal cukup banyak yang mau diceritain...dari soal pesta ultah sama temen-temen di Huiz Trivelli, sampe kawinan sodara tanggal 11 Desember kemaren, sampe soal tadi pergi sama another best friend who just came from Australia. Tapi berhubung belum ada fotonya (dan gue agak-agak OCD kalo soal ngoceh tanpa foto, akhir-akhir ini sepertinya begitu) alhasil belum banyak cerita.

But...entah mengapa, dari awal Desember kemaren sampe sekarang (menjelang akhir Desember, mendekati Tahun Baru), satu topik yang terus menerus muncul di kepala gue. Both Sides. So...I'll try to talk about it.

Ngobrol itu ternyata menyenangkan :) sekaligus juga menambah pengetahuan/ilham. At least itu yang gue dapet berdasarkan obrolan dengan beberapa temen gue, baik secara perseorangan atau beramai-ramai. Tentu, beratnya perbincangan perseorangan agak sedikit lebih berat dibandingkan kita ngobrol dengan banyak orang, meskipun belum tentu, karena suatu kali pun kami pernah mengalami yang namanya "quality time" bersama-sama.

Salah satu bahan obrolan yang tiba-tiba muncul di kepala gue adalah soal hidup. What else?

Adalah hal yang lumrah kita memandang hidup orang lain terlihat 'lebih' dibandingkan kita. Lebih baik, lebih kaya, lebih cantik, lebih pintar, dan sebagainya. Dan dari pandangan yang sepihak itu lambat laun bisa muncul, kalau lagi kena iseng setan, yang namanya perasaan iri. Sebesar apa rasa iri/cemburu itu, gue rasa kembali lagi sama seberapa besar kita menilai perbedaan antara diri kita dengan orang yang kita nilai lebih itu.

Salah seorang temen gue, bisa dikatakan memiliki tingkat hoki/luck yang tinggi. Hampir apapun yang dia mau, dia bisa dapetin. Entah karena kerja keras dia sendiri, yang mana tidak sampai keras sekali, maupun karena bantuan orang. Intinya, apa yang dia mau 90% dia dapet lah. Jadi jelas, hal ini membuat orang yang enggak kenal bakal bisa cemburu/iri, bahkan yang kenal pun tetep bisa iri, dan ujung-ujungnya keluar.."Enak banget ya jadi dia!"

But then again, salah seorang gue yang lain bilang, "Eit...tunggu dulu." Kenapa? Karena ternyata, dan dengan agak malu gue mengakui bahwa gue baru ngeh pas dibilangin, semua itu ada dua sisi.

Oke lah di satu sisi temen gue (anggaplah si A) ini memiliki tingkat hoki yang cukup tinggi di beberapa hal, dia mau apa juga bisa terkabul, tapi di sisi lain, dia memiliki keluarga yang cukup 'berat'. Berat tuntutan, berat keinginannya, dan bahkan temen gue si A ini sampe berujar, "enak ya orangtua lu/keluarga lu/sodara-sodara lu dsb dsb dsb."

Pas denger soal ini mau enggak mau gue jadi mikir, iya ya...enggak bisa kita cuma sekedar ambil/minta yang enaknya aja dong, kita juga mesti ambil yang enggak enaknya, karena biar bagaimanapun juga, semua itu ada dua sisi. Sisi "enak" dan sisi "enggak enak". Kita enggak bisa sekedar bilang, "enak ya jadi dia?" karena sekali lagi, hidup dia bukan sekedar yang enaknya aja.

Nah temen gue yang 'bijak' ini (B untuk 'bijak) bilang bahwa temen dia yang lain (another person, C) termasuk yang bisa dikatakan hoki dalam soal duit (man! I want that!), C ini enggak pernah bingung soal duit. Di saat dia merasa lagi enggak ada duit, pasti ada aja yang tiba-tiba traktir dia makan, minjemin dia duit, bayar utang, atau sekedar ngasih duit. Enak ya?? But then again, tunggu dulu...terlepas dari ke-hokian dia soal duit, sampe sekarang dia masih pingin punya anak dan belum kesampaian juga, padahal udah married cukup lama.

See...everything has two sides.

Dan tadi gue pergi jalan sama temen gue yang lain lagi dan gue tercengang denger cerita dia. As a good friend, I tried not to judge. Gue berusaha mendukung apapun yang dia lakukan dan dia pilih, karena gue tahu dia udah berusaha semaksimal mungkin. Tapi tetep aja gue kaget. Mata gue seolah-olah terbuka hehehehe...

Seperti yang udah pernah gue bilang ke temen gue yang lain, gue baru ngeh (sebenernya udah ngeh dari lama, tapi lima hari terakhir ini gue sempet 'buta'), bahwa yang namanya pernikahan itu butuh yang namanya KERJA KERAS. Man! ANY form of relationship is need to be WORKED! Enggak cukup tuh yang namanya sekedar bilang "I Love You" ke satu sama lain, karena emang kudu butuh kerja keras, dan kadang kita suka lupa sama yang satu ini. Dan alhasil gue ditunjukkan salah satu 'jenis' pernikahan. (Maklum udah tua, kemaren sempet 'khilaf' iri sama yang udah married hehehehe)

Jadi kesimpulan yang berhasil gue ambil sejauh ini...apalagi kalo bukan BE HAPPY WITH YOUR LIFE!!! Mau seburuk apapun keliatannya hidup lu sekarang ini, mau sebaik apapun hidup lu saat ini, ENJOY IT. Because it's your life! Lu yang ngejalanin, lu yang menentukan, is it good or is it bad. Iri/cemburu gue rasa wajar, namanya juga manusia, tapi kudu inget...semua itu punya dua sisi...kalau berani liat yang bagus, kudu liat yang jelek juga...biasanya kalo udah kayak gitu bakal bisa bilang..."Well at least my life on THAT part isn't as bad as her/him" ... dan biasanya cukup untuk mengembalikan kita pada posisi "I LOVE MY LIFE!"

4 comments:

Ditogendut said...

Hey, envy is my deadly sin. Elu kan udah punya sendiri, wrath/rage ya? Deal with that.

Wakakaka...

Tapi, meskipun gue mangakui bahwa envy adalah 'cardinal sin' gue, jujur aja gue belum pernah ngerasain envy yang bener-bener tak tertahankan sampe-sampe berharap bisa bertukar hidup dengan seseorang.

Well, mungkin karena mimpi terbesar gue adalah punya ruang komputer dimana gue memiliki komputer dengan kapasitas memori yang terbatas dengan data semua buku dan ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini, jadi mungkin sebelum gue bertemu dengan orang yang punya hal itu, gue tidak akan merasakan envy yang amat sangat. Mwahahaha...

But really, I'm a simple person, keinginan gue adalah keinginan-keinginan yang berdasarkan kebutuhan primer. Sementara keinginan sampingan gue adalah reading, games, and internet (and maybe occasional starbucks here and there, hehehe...), jadi ya emang agak gak ada alasan buat gue envy dengan orang lain. (sekali lagi kecuali kalau orang itu punya ruang komputer seperti yang gue sebutin di atas)

Tentang dua sisi, well, itu juga salah satu kelemahan gue. Gue selalu melihat segala sesuatu dari berbagai sisi, jadi ya mungkin itu yang bikin gue agak kurang bisa envy. Sekilas kayanya itu sesuatu yang bagus, tapi sebenernya kebiasaan melihat segala sesuatu dari berbagai sisi juga punya kelemahan.

Kelemahan itu adalah, kita jadi susah untuk punya 'tujuan yang lebih baik', karena segala tujuan pasti punya banyak sisi kan? Jadi terkenal, resikonya private time yang berkurang. Jadi kaya, resikonya ribet dengan urusan bank atau dimana akan menyimpan kekayaan itu dan bahkan ribet dengan usaha-usaha memelihara kekayaan itu.

Bahkan tujuan yang sederhana, seperti sekedar ingin bahagia juga punya sisi gelap, yaitu kita pasti jadi dihantui oleh rasa takut menghadapi saat dimana kita akan kehilangan kebahagiaan itu. Ya kan?

Well, kebiasaan melihat segala sesuatu dari berbagai sisi punya kelemahan seperti itu. Kelemahan dimana setiap kali kita mempunyai keinginan, pasti kita akan dirong-rong oleh perasaan dan pertanyaan "is it going to be worth it?"

Terkadang baik juga kalau kita hanya melihat sesuatu dari satu sisi, sisi yang idealis (baca: yang bagus-bagusnya saja), karena itu membuat kita merasa "Yes, it will be worth it"

Sekali saja kita melihat sisi lain dari keinginan/harapan/mimpi terbesar dan paling berharga kita, pada saat itu juga hal itu akan terasa kurang berarti.

See, depressing again. I'm good at that aren't I? Mwahahaha...

What I'm trying to say is, envy, just like anything else, taken in moderation, is necessary. It makes us want to get something better in our life.

Looking at things from various sides, that's good too. But being idealistic about the things that we want, and stubbornly holding to just one point of view of those important things are also necessary, just simply to keep ourselves wanting those things.

So, keep your envy. Keep it in check, but don't kill it.

Ditogendut said...

Ups, kelupaan.

About marriage, it's is hard work, BUT it's never suppose to feel like that.

Segala hal yang berat/susah di dalam perkawinan seharusnya dianggap sebagai hak oleh kita.

Hak kita buat meladeni pasangan kita, hak kita buat direpotin sama pasangan kita, hak kita buat digangguin sama pasangan kita, hak kita buat sulit tidur kalau pasangan kita ngorok setiap lagi tidur, hak kita buat ketendang-tendang pasangan kita kalau dia tidurnya lasak (baca: tidur tapi bergerak2 terus kaya orang orang lagi senam kesegaran jasmani). Semua hal-hal yang kalau kita dapatkan dari orang lain akan segera kita kategorikan sebagai 'kewajiban', tapi kalau kita dapatkan dari pasangan kita harus segera kita kategorikan sebagai 'hak'.

Elu harus ngerasain betapa rasa cemburu saat pasangan elu memilih orang lain untuk dia repotin dengan kepentingan dia. Percaya sama gue, masih lebih mendingan ngeliat dia french kiss dengan orang lain daripada itu.

Rasa cemburu yang diwarnai dengan perasaan "I'm not good enough for her", "I'm not skillful enough to help her", dllsb yang senada dengan kalimat-kalimat itu membuat kita tersiksa karena rasa cemburu itu dibarengi dengan rasa putus asa yang berasal dari ketidakberdayaan.

Haeh... depressing lagi ya? Wakakakaka...

So, yeah, marriage is hard work, but not for the people involved in it. Never for the people involve in it.

Sekali saja hal-hal 'merepotkan' itu terasa sebagai kewajiban, saat itu juga kita harus mengevaluasi perkawinan kita.

Perkawinan bukan masalah keseimbangan, tapi masalah kemauan dari kedua pihak untuk memberikan yang terbaik pada pasangannya. Kalau bisa seimbang ya bagus, tapi kalau tidak bisa, well, itulah perkawinan. Kalau kita hitung-hitungan dalam perkawinan, well, itu bukan perkawinan tapi perjanjian bisnis. Ya tho?

Unknown said...

DITOOO!! OMG!! seneng gue sama komentar elu hahahaha

About evny...gue setuju dgn lu yang bilang bhw envy itu mendorong kita untuk menjadi lebih baik dan berusaha keras. Cuma ya jangan keterlaluan.

Kadang orang begitu terobsesi dengan yang bagus-bagus sampe lupa, bener-bener lupa, bahwa sesuatu yang bagus, pasti juga punya yang jelek.

Sama kayak cerita "The Prince & The Pauper" kayaknya, iya gak? Jadi ya emang kudu yang seimbang.

Unknown said...

About marriage...well...I'm speechless! You give me another point of view on marriage and I LIKE it!!

Sebagai orang yang seneng direpotin orang lain, gue merasa apa yang lu omongin tuh bener banget. Kebayang banget kalo (someday) pasangan gue lebih milih ngerepotin orang lain daripada milih gue untuk ngurusin/direpotin sama urusan dia. WAKKK!!! Lha wong sekarang aja gue hobi banget ngurusin acara-acara kita, dan seandainya gue tidak berpikir/ditegor bahwa perlu juga membiarkan anak-anak itu berkembang, bisa-bisa semua-semua gue yang urus :)

Tapi gue suka sama apa yang lu omongin. :)

Free Delivery on all Books at the Book Depository
Please e-mail me directly if you have any question about things that I wrote in this blog at celotehze@yahoo.com