Saturday, October 31, 2009
Busy Weekdays!
Senin ke Supermarket, sekedar beli sayur dan beberapa hal. Selasa clean up sampe gempor. Rabu wedding Lina (pergi ke gereja dan resepsi), Kamis konser PSUT, Jumat pergi nemenin Sufei Tour d' Mall....Sabtu istirahat di rumah. Tidur!
Pingin banget cerita semua kegiatan itu...tapi entah kenapa, energi sudah habis. Mungkin karena moment-nya sudah lewat? Or justru karena merasa nothing special about those moments?
Let see....
Wedding Lina...PINK! Hahahaha...itu wedding memang Lina bener! Semuanya serba pink! Dari undangan, dekor, sampe souvenirnya pun ikutan pink. Wonderfull wedding I think you could say that. Great foods, wonderful time. Bisa ketemu anak-anak (ketemu dan ngobrol sama Milo, yang agak sedikit lupa kalo he's also one of my kids hahaha). Really enjoyed the party.
Konser PSUT...what can you say? Spectacular? Yang pasti sih bikin iri. Jaman memang bener-bener sudah berbeda ya? Dibandingkan dulu, mau bikin konser aja, minimalis banget. Dana terbatas, peralatan juga terbatas. Tamu yang dateng aja juga gak gitu banyak. Tapi kemaren itu...wow...bener-bener deh.
Tour d'Mall...hieh...MELELAHKAN!!! Dari Mangga Dua Mall (hehehehe gue cuma beli dvd goban!), lanjut ke Plaza Indonesia, berakhir di Grand Indonesia sampe jam setengah 10. Mia dan adiknya, Sanny, temen Sufei dari Bali hari Jumat dateng ke Jakarta karena hari Sabtu ada wedding. Alhasil, dari siang itu udah langsung jalan sepanjang hari. Menunjukkan kota Jakarta yang ruwet, padat, dan macet. Cukup puas juga sih akhirnya bisa bertemu dengan Mia :) dan yah mengenal lebih jauh another friends or Sufei. I really enjoyed it. Tapi ya itu...capek!!
Hieh...bener-bener minggu yang melelahkan!! Dan tidak terasa sudah di penghujung bulan Oktober!!
Friday, October 30, 2009
Naksir...
Nah diantara pembicaraan-pembicaraan yang gak terlalu penting itu, tiba-tiba membuat gue menyadari sesuatu. Yaitu, udah lama gue gak naksir cowok!
Biasanya gue punya seseorang dimana gue bisa merasa penuh bunga-bunga, penuh senyum, merasa senang just because he called, atau karena pergi bareng. Tapi sekarang dah gak ada lagi. Apalagi semenjak gue menyadari bahwa that one person is never gonna be mine.
Dan gue agak-agak merindukan perasaan itu.
Wednesday, October 28, 2009
Kamarku...
Gila, gak nyangka akhirnya jadi juga tadi ngerapiin kamar sekaligus mindahin lemari buku dan meja...ngatur posisi yang lebih enak dan mencoba posisi baru aja. Masalahnya, itu lemari buku dan meja BERAT-nya minta ampun!!!
Apalagi, kamar memang "kebetulan" sedang dalam keadaan yang super berantakan. Buku novel berserakan di mana-mana, belum lagi segala CD/DVD yang abis dipinjem dan tidak gue balikin ke lemari. Alat-alat make-up, segala bolpen, spidol, kertas, buku tulis, wuih...dan gak jelas lah. Yah emang harus diakui sih, ngerapiin kamar ini bisa dibilang sesuatu yang long overdue!
Abis mau gimana lagi, gue selalu nunggu mood untuk ngerapiin kamar. Soalnya gue tau, kalo mau ngerapiin kamar tuh bakal butuh seharian. Kayak tadi. Mulai dari sekitar jam 1, selesai baru mungkin jam 7-an. Ditambah lagi, gue kalo ngerapiin kamar harus semuanya dirapiin. Gak bisa cuma satu bagian doang. Jadilah tambah lama. Dan bener-bener nunggu mood.
Padahal, awal mulanya tadi niat ngerapiin kamar cuma karena gue lagi nyari buku tabungan mandiri gue (yang sampe sekarang juga masih belum ketemu!!), gara-gara kartu mandiri gue habis masa berlakunya bulan november besok. Kebetulan emang sempet niat untuk ngerapiin kamar juga sih hihii...dah terlalu lama tuh kamar terbengkalai seperti itu.
Dan seperti biasa, kembali mengeluarkan barang-barang lama untuk dikasih ke orang. Berhubung duluuuuuuu udah pernah "ngebuang"in beberapa barang, kali ini enggak gitu banyak barang yang "dibuang". Mungkin beberes yang dulu-duluuuuu itu ada gunanya juga hahaha...paling enggak jadinya tidak terlalu banyak daerah yang mesti dirapiin.
Kali ini yang kena "buang" buku-buku/notes/agenda lama. Entah kenapa, gue emang seneng banget ngumpulin buku tulis yang bagus-bagus, atau notes yang keren-keren, sampe agenda. Mungkin karena emang seneng nulis kali ya? Padahal dah lama banget nih gak nulis...pingin nulis tapi enggak tahu mau nulis apa...tulisan yang duluuuuu juga belum selesai sampe sekarang...hieh...ribet.
Yang penting, lemari buku dan meja udah di posisi yang emang sudah gue bayangkan. Beberapa sampah juga sudah dibuang. Sekarang tinggal merapikan barang-barang yang masih berantakan, mengembalikan buku-buku novel di lemari bawah, meletakkan buku-buku Psikologi gue di lemari buku, dan terakhir, meletakkan kembali PC di kamar!
Sayang, besok enggak bisa lanjut clean up. Karena ada wedding Lina. Kamis konser PSUT, Jumat nemenin Sufei untuk nemenin Mia dan Sani. Tinggal Sabtu yang masih kosong...tergantung nanti apakah Rany mau ngajak pergi or not.
WOW!!! Busy Week!
Yah berharap saja, semoga next time I'll do my clean up won't be next year!!
Monday, October 26, 2009
Fame (2009)
Hari Sabtu kemaren, 23 Oktober 2009, akhirnya jadi juga gue nonton Fame di Blitzmegaplex, Mall of Indonesia. Well...gue bersyukur banget tinggal di Kelapa Gading, yang punya 3 Mall, dan 4 bioskop hihihihi...
Bisa dibilang gue udah tertarik dengan ini film begitu trailer nya keluar. Malah mungkin gue udah tertarik begitu tahu kalo Fame bakal dibuat remake nya. Buat yang belum tahu, Fame itu film tahun 1980-an, yang kemudian diadaptasi ke Broadway, kemudian dibuat tv series-nya. Untuk film yang pertama, gue gak pernah liat. Sedangkan yang Broadway punya...well...Namarina pernah mencoba mementaskannya di TIM beberapa tahun lalu, dan gue pernah liat. Sedangkan untuk tv series-nya, gue emang pernah nonton di TVRI, yang seinget gue dulu main tiap hari Minggu deh.
Entah darimana, tapi memang gue paling suka dengan yang namanya music and dance. Mungkin karena nyokap suka dengan music and dance. FYI, bokap gue gak bisa nyanyi apa lagi nari hahahaha.... Anyway, intinya sih gue emang suka dengan musik dan tari, apalagi kalo digabungkan dengan yang namanya film. Mau dalam bentuk operette, opera, Broadway, sampai film India pun, gue suka. Tiga hal kesukaan gue dijadikan satu, masak gue menolak?
Fame, bercerita tentang para remaja yang berhasil diterima di New York High Shcool of Performing Arts. Ingat, HIGH SCHOOL. Jadi bisa dibilang, sekolah ini termasuk SMK. Di sekolah ini, PA (Performing Arts), murid-muridnya belajar musik (vokal dan instrumen), tari, dan drama. Gue gak tahu gimana pembagiannya atau bagaimana kurikulumnya, tapi sepertinya sih enggak semuanya dipelajari, tapi memang langsung memilih mau menguasai bagian yang mana.
Inti ceritanya ya enggak jauh-jauh dari bagaimana mereka memulai audisi, kemudian diterima masuk sebagai freshman, kemudian berlanjut ke sophomore, junior, dan terakhir senior. Ditunjukkan perkembangan yang mereka alami, dari yang enggak bisa apa-apa, sampai akhirnya menguasai bidang yang memang dipilih, ada juga yang berkembang ke bidang lain, dan juga ada yang memang tidak berkembang sama sekali. Bukan itu aja, (mungkin) sama seperti yang dialami oleh anak-anak SMK lainnya, mereka pun juga berjuang bagaimana caranya supaya setelah sekolah, mereka bisa mencari kerja sesuai dengan bidang yang mereka kuasai. Mereka berusaha bagaimana caranya supaya ilmu yang sudah mereka punya tuh, berguna. Kasarnya sih, menghasilkan uang. Dan seperti biasa, enggak mudah untuk melakukan itu semua. Tidak mudah mewujudkan mimpi.
Buat gue sendiri sih, ceritanya kurang dalem dan kurang kuat. Mungkin karena dalam satu film itu dibagi ke dalam 4 1/2 bagian (audisi, freshman, sophomore, junior, senior), ditambah lagi film ini tidak memfokuskan pada perjuangan satu orang, alias enggak ada tokoh utamanya. Semua disorot dengan hampir sama rata. Konflik memang ada, tapi enggak terlalu yang mencekam atau membuat emosi penonton yang jungkir balik atau gimana. Klimaksnya kurang.
Terlepas dari itu semua, gue menikmati musik dan tari yang ditampilkan di film ini. Tariannya keren-keren, dan lagunya pun memang membuat bergoyang. Cukup menghibur lah. Yang pasti sih gue sangat menikmati :)
Sunday, October 25, 2009
A Claire Benediction - John Rutter
A Claire Benediction, juga salah satu karya John Rutter dan gue mendapat kesempatan untuk belajar ini lagu pas di PSUT. Sayangnya, ini termasuk lagu yang tidak gue kuasai bagian alto-nya. Tapi meskipun begitu, ini lagu juga termasuk salah satu yang gue sukai.
Beberapa hari yang lalu, salah satu temen gue, Eric, mengenalkan gue (dan temen-temen yang lain) akan Polyphony, sebuah kelompok choir yang dibentuk tahun 1986, tapi seperti biasa para anggotanya pun terus berganti (maksudnya yang sekarang jadi penyanyi juga enggak tua-tua amat).
Atas rekomendasi Eric, yang memang bisa diandalkan karena Eric tuh punya kuping yang awas soal lagu-lagu klasik, maka gue pun "merengek-rengek" minta dikirimin tuh lagu. Sebenernya gue minta di burn-in sih...tapi berhubung bakal ketemu masih lama...Rabu-Kamis ketemu sih sebenernya hahaha...jadilah dikirimin by e-mail. Dan...betapa gue merinding ketika mendengarkan 3 lagu yang dikirim Eric. Suara mereka...ya ampun...bening, begitu lembut, namun penuh power, dan bikin gue bener-bener terberkati :)
Tiga lagu yang gue dengerin itu, cuma Away in a Manger yang familiar di kuping gue, sedangkan yang dua lagi (Magnificat dan O Magnum Mysterium) kurang. Tapi itu pun sudah berhasil membuat gue merinding.
lagu A Clare Benediction yang juga dikirim Eric, ternyata lupa dikirim ke gue, cuma dikirim ke Dito. Jadilah baru siang tadi di kirim Dito dan baru tadi gue denger. Dan ini sudah 60 kali lagu ini berputar...
I'm falling in love with this song!!
Bener-bener lagu yang...menyentuh!
May the Lord show His mercy upon you;
May the light of His presence be your guide :
May He guard you and uphold you;
May His Spirit be ever by your side.
When you sleep, may His angels watch over you;
When you wake, may He fill you with His grace :
May you love Him and serve Him all your days.
Then in heaven mayyou see His face.
Sayang gue belum nemu free playlist yang punya nih lagu, or andai enggak punya tapi memberi kesempatan buat gue untuk menggunggah ini lagu. Jadi ya...buat yang penasaran...mungkin harus cari ndiri :)
Untuk yang mau unduh A Claire Benediction silakan klik di bawah
Thursday, October 22, 2009
The Gift - Cecelia Ahern
Extremely successful executive, Lou Suffern is always overstretched, immune to the holiday spirit that delights everyone around him. The classic workaholic who never has a moment to spare, he is always multitasking while shortchanging his devoted wife and their adorable children. And ever since he started competing for a big promotion, he has barely seen his family at all.
One frigid morning in an uncharacteristic burst of generosity, he buys a cup of coffee for Gabe, a homeless man huddled outside his office building. Inspired by his own unexpected act of kindness, Lou decides to prolong his charitable streak and contrives to get Gabe a job in his company's mailroom. But when Gabe begins to meddle in Lou's life, the helping hand appears to be a serious mistake. Gabe seems to know more about Lou than Lou does about himself, and, perhaps more disturbingly, Gabe always seems to be in two places at once.
With Lou's personal and professional fates at important crossroads and Christmas looming, Gabe resorts to some unorthodox methods to show his stubborn patron what truly matters and how precious the gift of time is. But can he help him fix what's broken before it's too late?
What can I say? She's done it again!!! Ini buku setau gue udah ada sejak Christmas 2008, tapi baru Halloween 2009 gue berhasil beli. Maunya sih dari hari Senin kemaren beli, tapi berhubung Nina, my dearest friend who lives in Austria, hasn't return my sms about whether she already bought the book for me or not, alhasil gue gak jadi beli. Takut kalo ternyata dia udah beli...ternyata dia belum beli. Maka hari Rabu, gue kembali ke mal gading dan mengunjungi Periplus untuk membeli ini buku.
About this book...pernah gak sih baca buku but you hate or dislike the hero/heroine in the book? Seinget gue, baru kali ini gue ngerasain. Bener-bener gak simpati sama sekali dengan tokoh utama di buku ini, yang udah pasti namanya Lou Suffern. Dari awal ini tokoh muncul, gue udah enggak suka dengan tingkahnya, perilakunya dan semakin ke belakang, gue semakin gak suka aja. Terutama pada saat dia berinteraksi dengan istri dan anak-anaknya di rumah.
Harus diakui, gue paling gak suka kalo ketemu tokoh, apalagi tokoh utama, yang lemah dan jahat dan brengsek dan...yah yang negatif-negatif lainnya. Seperti tokoh The Queen di "Fairest of All: A Tale of the Wicked Queen" karangannya Serena Valentino. The Queen juga termasuk tokoh yang gue anggap kurang mendapat simpati gue. Malahan yang ada gue bingung dengan segala keragu-raguan The Queen. Mungkin karena gue sendiri bisa dikatakan orang yang memiliki rasa percaya diri yang cukup mantap, jadi kadang suka sebel aja ngeliat mereka yang memiliki rasa percaya diri kurang, padahal sebenernya mereka mampu.
Back to The Gift. Lou diceritakan merupakan sosok yang super sibuk. Sangking sibuknya, sampai-sampai tiap ada waktu kosong (waktu dimana ia tidak perlu bicara) maka pikirannya berjalan kemana-mana, menuju segala meeting, e-mail, memo yang harus dibuat, dan seribu hal lain yang perlu ia lakukan kemudian. Alhasil, ia seringkali tidak pernah mendengarkan apa saja yang dikatakan/diceritakan oleh orang-orang di sekitarnya. Kecuali Lou mengharapkan jawaban atas pertanyaan yang ia ajukan sendiri, maka 80% ia tidak akan mendengarkan orang lain.
Meskipun gue gak simpati sama tokoh utamanya, tapi toh ini buku tetep aja gue baca sampe abis dan ya...lambat laun gue mulai melihat sisi lain dari Lou, dan kemudian Lou sendiri memang berubah. Slowly but sure.
Ini buku mungkin buku pertama Cecelia Ahern yang memiliki sad ending [sorry spoiler]. Dan seperti biasa, gue nangis baca nih buku. Nangis dengan cukup hebat dan cukup merepotkan, karena gue baca nih buku sambil tidur, jadi air mata gue mengalir kemana-mana. Dan, meskipun ceritanya sad ending, tapi gue rasa memang lebih bagus dibikin sad ending. Sama seperti Siti Nurbaya akan lebih baik kalo si Siti-nya mati, dan Romeo & Juliet yang juga akan lebih baik kalau mereka berdua mati, The Gift juga lebih baik jika dibuat sad ending.
Inti dari The Gift is time. Kadang kita lupa, tapi waktu tidak bisa dibeli. The second that second is away, it will gone. Sedetik, semenit, satu jam, satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun, begitu waktu itu bergerak dan hilang, waktu tidak akan kembali. Klise, tapi memang benar bahwa kita harus menghargai waktu yang ada.
Friday, October 16, 2009
Fairest of All: A Tale of the Wicked Queen - Serena Valentino
Bagi seorang Disney Mania dan juga buku mania seperti gue, gambar diatas, yang merupakan cover sebuah buku, tentu secara otomatis menarik perhatian gue. Meskipun gue ngeliatnya dari jarak cukup jauh dan tuh judul nyaris gak kebaca, gue dah langsung tahu bahwa ini buku bercerita tentang...apalagi kalo bukan soal Snow White.
Pertama kali lihat di Periplus, gue gak beli karena kebetulan udah kadung beli buku lain, dan buku ini adanya di display kaca depan, dan gue pikir lebih baik gue enggak tanya or minta lihat, takut malah ntar gue beli lagi hehehe.... Kali kedua ke Periplus, ini buku ada di display dalam jadi gue bisa lihat dan bisa baca...dan meskipun ini buku masih hardcover, tapi gue nekat beli...
Dan kemudian gue baca...
Sesuai judulnya, ini buku memang berkisah tentang The Queen. Gak dikasihtahu siapa namanya, tapi langsung The Queen, yang akan menikahi The King, ayahnya Snow White. Snow White sendiri waktu itu baru 3 tahun. The Queen diceritakan merupakan anak pembuat cermin yang terkenal. Malahan, The King bisa bertemu his future Queen karena sedang berkunjung ke rumah pembuat cermin tersebut.
Cerita diawali pada saat The Queen hendak menikah dengan The King. Diceritakan betapa cemasnya The Queen, betapa ia tidak yakin bahwa pada akhirnya The King menikahinya, tidak percaya bahwa The King benar-benar mencintainya, kemudian kebingungan mengenai apakah dirinya mampu menjadi ibu yang baik bagi Snow White, atau apakah ia akan menjadi Ratu yang baik, dan sebagainya. Di awal cerita ini, The Queen just the queen, not the WICKED queen. Ia sayang pada Snow White dan bener-bener perhatian dengan Snow White. Snow White pun juga sama.
Ada satu adegan yang mau tidak mau membuat gue terbayang akan another Disney Princess. Snow White minta diceritakan satu lagi cerita sebelum ia tidur...
Momma, you tell me a story about dragons, please.”
The Queen looked at her husband nervously. The King shrugged.
Unable to deny her little bird anything, the Queen put aside her inhibitions and compiled: “Once, a very long time ago, a sad, lonely and greatly misperceived woman enchanted a young princess into a deep sleep for her own safety …”
“Why was she sad, Momma?” Snow interrupted.
The Queen thought about it for a moment and said, “I think it was because no one loved her.”
“Why?,” asked the child.
“Because she didn’t love herself. She feared rejection because she was so unlike anyone she’d ever known. She was so full of fear that she sequestered herself away. This sad woman’s only companions were striking blackbirds that soared in the skies around her home, perching in trees and on ledges, gathering information so that she would have news of the outside world. This is how she learned of the princess’s christening. No one understood why the woman was so angry for not being invited to the christening. But you see, my little bird, she knew something that the girl’s parents and fairy god mothers did not.”
“I thought that you were going to tell me a story about dragons, Momma,” Snow interrupted again.
“I am, my dear. For you see this is no ordinary woman, she could turn into a dragon, and when she did, she was a fierce, frightening creature.”
“Really?” Snow’s eyes were closing, heavy with tiredness.
“Indeed, but we are getting ahead of the story …”
Do you know the story? :)And the story continue....
In the end...gue menjadi agak mengerti, kenapa The Queen berubah menjadi The Wicked Queen. Gue mengerti mengapa The Queen menjadi terobsesi dengan pertanyaan "Who's the fairest of all?".
Berhubung ini cerita terbitan Disney Press, jadi memang jalan ceritanya pun disesuaikan dengan film Snow White & the Seven Dwarfes milik Disney yang cartoon itu. Lengkap dengan adegan yang terkenal, The Queen menatap Snow White yang sedang bernyanyi di pinggir wishing well dan kemudian bertemu Prince Charming.
Buat gue pribadi, yah...seharusnya sih gue udah bisa melihat itu symptoms yang ditunjukkan oleh The Queen dari awal. Gue emang udah curiga sih, tapi yah...tetep aja enggak menyangka kalau yang membuat The Queen snapped tidak lain dan tidak bukan adalah karena [apa lagi?] masa lalu-nya.
Membuat gue kembali berpikir...hati-hati kalau membesarkan seorang anak. Yang terpenting dalam membesarkan seorang anak adalah...perasaan bahwa anak tersebut dicintai dan dihargai oleh kedua orang tuanya.
Sunday, October 11, 2009
Cerita Malam Minggu - 10 Oktober 2009
Sabtu kali ini, 10 Oktober 2009 pun juga sama saja. Meskipun untuk kali ini ada sedikit perbedaannya. Malam ini, salah satu teman gue, Rhanindito Widodo, bersama dengan Susvara Opera Company, komunitas opera yang sudah beberapa bulan terakhir ini diikuti oleh Dito, melakukan pentas di Gedung Kesenian Jakarta. Dito, meskipun “hanya” sebagai chorus/koor/paduan suara, tapi sebagai teman yang baik [cieeee..] maka kami yang memiliki waktu luang [dan masih dapet tiket] memutuskan untuk menonton.
Maka, janjian lah kami [gue, Sufei, Yan, Rany, dan Imel] untuk bertemu. Rany ternyata baru bisa nyampe Jakarta sekitar jam 6 dan dia sendiri akan menjemput Imel di kampus [Untar]. Yan mengusulkan supaya gue dan Sufei ketemuan dengan dia di GM, jam 5, baru kemudian kita jalan bareng menuju GKJ. Berhubung kita semua [sepertinya] gak ada yang tahu secara jelas jam berapa acara di mulai, gue sms Dito dan kata Dito, lebih baik tiba di GKJ 18.30.
Gue, Yan, dan Sufei baru ketemuan sekitar jam 6 [my mistake…baru jalan dari rumah jam 5 hehehe]. Mampir di Cupacoffee dulu, untuk mencoba pancake-nya, yang lumayan enak juga. Coffee-nya juga lumayan lah…tadi gue pesen yang blended gitu. Lumayan lah untuk ganjel. Pancake-nya satu piring, isi dua, dimakan untuk bertiga. Sesudah itu, kita menuju GKJ.
Dari GM ke GKJ ternyata dekat [naik Blue Bird Cuma 10.000, Yan yang bayar] dan ternyata masih SEPIIIII….Sufei dah langsung bersuara memberi usul untuk makan lagi…gue bilang lebih baik ambil tiket dulu. Maka kita bertiga menuju tempat pemesanan tiket dan mengambil tiket yang memang sudah dipesankan. Baru setelah mendapat tiket kita jadi tahu jam pertunjukkannya, yang ternyata pukul 19.30. Sesudah itu…kita menuju..OBONK Steak House, yang berada tepat di sebrang pintu gerbang GKJ.
Untuk kedua kalinya malam itu, kita stop lagi di restoran. Menu yang dipesan kali ini adalah Chicken Strip dan Mixed Crispy. Lima belas menit-an kemudian, Imel dan Rany tiba. Imel memilih untuk pesen Chicken Strip lagi, sementara hidangan yang sudah ada pun ikut disikat habis, kecuali Rany yang katanya udah beli A&W, tapi ditinggal di mobil. Udah dipaksa-paksa untuk makan, tapi Rany tetap gak makan. Yang ada malah kita berempat yang makan. Yo wis.
Lima belas menit menuju pukul 19.30, kita berjalan menuju GKJ. Berhenti dulu di parkiran, karena Rany perlu ke mobil. Maka berdirilah kami berempat di parkiran, sementara Rany menuju mobil. Ditunggu-tunggu kok gak selesai-selesai Rany…eh…ternyata dia makan!! E la da lah…dia makan…tapi mengingat bahwa kita berdiri juga sebenernya gak lama-lama banget, gue jadi bertanya-tanya: seberapa cepat dia mengunyah itu hamburger?
Tempat duduk yang dipesankan Dito adanya di R, sebelah kanan [nomor ganjil], yang posisinya memang berada di belakang. Tapi gue suka juga sih dengan posisi itu, karena panggungnya sejajar dengan pandangan mata kita. Jadi enggak terlalu mendongak. Meskipun memang jauh, tapi gue rasa gak masalah lah. Gue sih suka.
Susvara Opera Company, pimpinan Catharina W. Leimena kali ini mengambil judul Il Viaggio dell’Opera, From Mozart to Puccini, yang terjemahan bebasnya adalah Perjalanan Opera, dari Mozart sampai Puccini. Yang diambil memang highlights dari berbagai opera, seperti Opera Die Zauberflöte, La Boheme, Norma, atau Cavalleria Rusticana. Pementasan kali ini, bintang tamu-nya adalah Aning Katamsi dan Binu D. Sukaman. Sementara para solis yang lain, merupakan anggota Susvara Opera Company yang merupakan anak didik Catharina Leimena sendiri [kalo gue gak salah ya].
Dari seluruh lagu, cuma beberapa yang gue kenal/terdengar familiar. Sementara yang lain, nyaris tidak tahu sama sekali. Beberapa yang gue suka “Pa-Pa-Pa… Papagena! Papageno!”; “Der Hölle Rache” [atau gue sebut “Queen of the Night”], keduanya karya Mozart dari opera Die Zauberflöte. Dan “Senza Mamma” karya Puccini dari opera Sour Angelica, yang dibawakan oleh Aning Katamsi. Suer deh, begitu dia nyanyi, entah mengapa udah berasa beda. Suaranya terdengar lebih matang dan mantap. Setelah tahu bahwa yang nyanyi Aning, langsung deh jadi lebih perhatian. Udah gitu, ekspresi-nya itu lho…wuih!!! Serasa bener-bener lagi nonton opera. Padahal gue gak ngerti artinya, tapi apa yang dirasakan oleh si penyanyi tuh nyampe banget! Mantap lah. Gak heran tepuk tangannya lebih kenceng!
Kemudian masuk intermezzo…kesempatan buat kita untuk foto-foto. Atau lebih tepatnya, kesempatan bagi Imel untuk mengeluarkan kamera dan mulai mengatur supaya dia juga bisa ikutan foto hihihihi…padahal gue dah dari tadi foto-foto plus ambil video…Dito kemudian sempat mampir dan kemudian sempat foto-foto pula dengan kita hahaha…
Masuk sesi dua. Sekali lagi, lagu-lagu di sesi dua pun juga sedikit yang familiar…malahan nyaris enggak ada. Tapi gue suka “D’amor sull’ali rosee” karya Verdi dari opera Il Trovatore. Gue suka sama yang nyanyi. Bening dan kuat. Lalu ada “Mira, o Norma”, yang dinyanyikan oleh Aning Katamsi dan Binu D. Sukaman. Tentu saja penampilan mereka berdua langsung mencuri perhatian dan memang harus diakui, mereka berdua memang mantap suka aja gue ngeliat mereka berdua. Ada satu adegan dari lagu “La gaia canzone” karya Ponchielli dari opera Gioconda yang gue suka. Sederhana sih, salah satu tokohnya [Laura] ceritanya tuh mau dibunuh oleh suaminya karena ketahuan selingkuh [kalo gak salah ya] dan Laura ini bergetar ketakutan sambil nangis gitu. Suer, meskipun jauh, dan gue tebak juga gak pake berurai air mata, tapi melihat caranya dia bergetar, cara tangannya bergetar, duh…langsung berasa kasian gue sama tuh Laura. Setelah itu ada “O, il Signore vi manda”, karya Mascagni dari opera Cavalleria Rusticana yang dibawakan oleh Binu D. Sukaman dan Ferry Chandra. Sekali lagi, gue amazed dengan Binu. Bukan sekedar suara saja, tapi gerakan dan ekspresi-nya pun memang lebih luwes…yah namanya juga udah lebih senior ya? Dan terakhir, salah satu kesukaan gue dan yang sudah cukup familiar adalah “Alleluia… Innegiamo”, juga dari Cavalleria Rusticana.
Secara keseluruhan, gue menikmati lah pementasan ini. Dan seneng juga melihat satu wajah yang familiar di antara para penyanyi itu … congrats untuk Dito…kami menantikan penampilan solo-mu ya hahaha…
Ada sedikit kejadian lucu…di baris depan kita, dengan posisi berada di depan Rany dan Yan ada seorang fotografer, yang gue gak tau fotografer dari mana, yang pasti selama pertunjukkan sesi 1 tuh, dia sibuk foto terus. Dia pasang tripod yang bagus [kata Yan] di depan dia, dan asik foto. Karena pake kamera digital SLR [bener ‘kan namanya?] jadi ‘kan tiap kali dia selesai jepret, hasilnya akan terlihat. Dan memang hasilnya bagus sih. Nah, sayangnya nih fotografer waktu sesi 2 ketiduran [or jatuh tertidur], alhasil pada waktu Aning dan Binu sedang duet, tuh fotografer gak tahu. Yang ada malah Yan dan Rany sibuk “tanpa sengaja” mendorong-dorong kursi tuh fotografer sampe dia terbangun dan mulai foto-foto lagi hahahaha….
Konser selesai sekitar 10.25 pm. Sempet berhai-hai dengan Dito, memberi komentar, mengucapkan selamat, dsb-nya, kemudian kita pun berpisah dengan Dito. Dito memilih untuk pulang, sementara kita berlima memilih untuk lanjut ke…Sabang, dengan tujuan restoran Sabanaz…dan disinilah cerita sesungguhnya dimulai.
FYI, Sabanaz ini didapatkan oleh Sufei dari buku panduan restoran. Dan belum pernah nih restoran didatengin. Gue buka internet dari ponsel dan mencari info tentang nih resto, terutama sih soal alamat. Ketemu, di Jl. Wahid Hasyim no 116, Sabang. Nah, setau gue, yang namanya Sabang tuh yang berada di belakang Skyline Building [BK-Starbucks-Djakarta Theater] situ, yang berarti kalo dari Thamrin, lampu merah Skyline Building belok kiri, ketemu lampu merah, belok kiri lagi. Sesaat sebelum belok kiri, sempet melihat plang toko dengan alamat, tapi kok bukan Wahid Hasyim, tapi karena dibilang daerah Sabang, jadi tetep aja masuk ke daerah yang memang isinya restoran semua. Lihat kiri, lihat kanan, gak ketemu. Tahu-tahu udah sampe ujung, dan kita memilih untuk belok kanan, karena siapa tahu itu jalan Wahid Hasyim. Eh…ternyata bukan juga…itu jalan Kebon Kacang. Kita malah ketemu Samarra [yang kata Sufei tempat Eric dulu pernah makan]…belok di Jl. Jaksa untuk mencoba jalan yang berada di sebrang lampu merah sebelum kita belok kiri masuk ke Sabang.
Keluar Jalan Jaksa, kita belok kiri, ketemu Tony Roma’s, ketemu Paregu yang udah tutup, dan…lampu merah, tanda bahwa jalanan pun sekali lagi “habis”. Memilih untuk ambil kiri, putar balik dan menyusuri jalan yang kali ini memang merupakan jalan Wahid Hasyim. Kalau tadi Paregu dan Tony Roma’s berada di sebelah kanan, kali ini kedua restoran itu berada di sebelah kiri. Sekali lagi, lihat kiri, lihat kanan. Akhirnya ketemu! Itu restoran berada di lantai 2, di atas Circle K, disebelah Embassy 21st. Harusnya langsung belok kanan [karena tuh resto ada di sebelah kanan jalan] eh…kelewat, tahu-tahu sudah dilampu merah…terpaksa abis lampu merah belok kanan, masuk Sabang dan memilih untuk puter balik, supaya nanti di lampu merah sabang bisa belok kiri dan cari parkir.
Sesudah lampu merah, belok kiri, Rany dah mau langsung parkir, tapi ternyata itu parkiran untuk restoran Steak Abuba, jadi kita terus dikit, baru deh parkir di deket Circle K gitu. Mulailah kita berjalan…entah kenapa, gue berada di paling belakang, sementara paling depan adalah Yan, Sufei, diikuti Rany yang digandeng oleh Imel, dan baru gue. Begitu gue nyampe atas, sebagian udah buka pintu untuk masuk, dan betapa kagetnya gue melihat situasi tuh restoran.
Pertama, karena itu restoran remang-remang, dengan lampu berwarna merah. Trus yang menyapa cewek [tante-tante gitu deh, gak muda lah menurut gue] dengan baju hitam, ketat, leher sabrina, rok model clock lebar gitu. Udah gitu, tuh restoran lengang, tampak tidak teratur, dan somehow memberikan aura/suasana yang enggak banget. Suer gue gak tahu harus berbuat apa, harus mengatakan apa, karena yang lain pun juga enggak ngomong apa-apa. Sampe akhirnya Imel yang ngomong sesuatu [suer gue gak tahu, antara gue gak denger or gak mau denger], dan akhirnya kita pun keluar dari itu resto, mampir ke Circle K.
OMG!!!!! Sufei ngakak terus menerus, yang lain pun juga enggak kalah ketawa. Imel apa lagi. Rany memberi komentar kalo dia pake jilbab, tuh jilbab belum dilepas. Gue…suer gue malu. Gue rasa muka gue merah deh, karena gue ngerasa panas. Bener-bener deh…entah siapa yang kaget tadi itu. Yang menyambut kita [melihat kita dateng dengan rapi, gue dan sufei berbatik, yan berkemeja, rany berjilbab, cuma Imel yang memang berdandan tidak terlalu formal], atau kita yang melihat situasi tuh restoran seperti itu.
Di mobil kita pada ketawa ngakak…mentertawakan kebodohan sekaligus kepolosan kita sendiri. Duh…bener-bener deh. Terasa tertipu abis deh tadi itu…udah mana kita niat bener lagi nyari-nya, pake muter sana sini, demi tuh restoran, eh ternyata…. Padahal Jumat malam tuh gue dah ngomong sama Yan untuk mencari restoran/tempat makan, untuk menghindari pertanyaan “mau kemana?” yang malahan nanti gak jelas mau kemana. Kok yang ada malah terbalik. Kali ini arahnya jelas, tapi restorannya yang malah gak jelas…ckckckckc…
Udah gitu, berhubung yang masuk duluan itu Yan, jadi ‘kan yang disapa [disalam-in] lebih dulu yah Yan. Mungkin itu tante amazed juga ngeliat Yan bawa empat cewek, udah mana Imel gandeng Rany pula, kesannya Rany tuh mau dirusak sama Imel hahaha… Rany malah bilang katanya gue yang jadi Mami Muci, sedangkan Yan bodyguardnya hahaha…hieh…pada kacau lah pokoknya keluar dari tuh resto…
Sufei akhirnya menyarankan untuk ke Samarra…tapi gue salah ngasih arah…bukannya langsung puter balik, kita malah kena lampu merah Wahid Hasyim, kemudian belok kiri di Circle K pojok, yang membuat kita keluar di Kebon Kacang tapi udah yang bagian ujung, jauh dari Samarra, terpaksa muter lagi, masuk Wahid Hasyim lagi, melewati Sabanaz, yang membuat kita tertawa-tawa lagi, masuk Sabang lagi, baru belok di Kebon Kacang, masuk di Samarra. Di sebelah Samarra, ada China Blue.
Kata tukang parkirnya, China Blue udah tutup, tinggal Samarra yang buka sampe jam 1. Berhubung masih setengah 12, jadi oke lah kita ke Samarra.
WOW…keren bener Samarra. Restoran tematik, yang kata Sufei satu pemilik dengan Restoran Babah dan Roro Jonggrang. Samarra mengambil tema etnik Arab gitu. Niat bener bikinnya dan memang keren. Kita naik sampe ke roof top, karena Imel usul untuk memilih yang rame. Udah sampe paling atas…agak kecewa dengan pemandangan maupun tampilannya, akhirnya turun lagi ke tempat yang memang didesain sesuai dengan tema-nya. Baru duduk, baru dikasih menu eh…tiba-tiba bilang kalo mereka tutup jam 12!! Hieh…ya sudah…terpaksa deh keluar lagi…
Di depan mobil, sempat berunding sebentar hendak makan apa…antara makan di Sabang yang di pinggiran, atau makan BK, atau apa. Rany menolak makan BK, karena tadi udah makan burger. Belum ada kata sepakat, kita udah masuk mobil. Kembali melewati rute yang sama, Jl. Jaksa, masuk Wahid Hasyim, kembali melewati tuh Sabanaz, kembali tertawa-tawa, tapi instead of masuk sabang, kali ini Rany memilih untuk terus, melewati Sarinah – Skyline Building. Sempat ada usul untuk makan Roti Bakar Edy di daerah Blok M sana, yang langsung ditimpali Imel untuk sekalian mampir Barcode, tapi Sufei yang teriak-teriak gak mau karena hari Minggu dia kerja…
Maka perjalanan pun dilanjutkan ke arah Kota. Mau nyoba Sate Domba eh kelewat…akhirnya belok di Mangga Besar dan kita makan di…Hay Thien…enak juga lho…rebus-rebusan gitu
Pas udah duduk pesen makan, baru deh berasa laper…dari tadi ketawa gak berasa laper. Makananan enak dan yah…gak tralu mahal lah…seorang kurang lebih 50 ribu…kurang malah.
Pas lagi makan, gue bilang kalo gue ntar di drop aja di daerah GM situ, supaya gue bisa naik taksi, Rany tinggal nganter Sufei, Yan, dan Imel [di depan Untar], supaya Rany bisa langsung naik tol pulang dan gak nganter gue lagi.
Masuk daerah Hayam Wuruk, sesudah jembatan Busway GM, giliran gue yang gak bisa turun untuk nunggu taksi. Apa akibat? Apa lagi kalo bukan karena banyaknya “ayam-ayam” yang lagi nyari nafkah…jadilah gue didrop di depan Pengadilan untuk naik taksi Blue Bird, karena udah malem.
Lagi asik-asik duduk di taksi, melewati Jl. Juanda yang lengang, menuju Pasar baru, tiba-tiba gue melihat bahwa sedang ada razia di daerah depan kantor pos situ…yang biasanya enggak kena stop, kali ini kena stop! Halah…ada-ada aja deh. Untung gue bawa KTP! Duh…gak kebayang deh kalo enggak! Jadi enggak lama kena tahannya, langsung boleh jalan lagi. Pas gue sms anak-anak, satu mobil pada langsung heboh ketawa-ketawa ngakak…ironis…tadi menghindari brenti deket “ayam-ayam” eh…malah gue yang kesannya kena razia…ckckckckc…
Untung sesudah itu, tidak ada kejadian yang aneh-aneh lagi…dan sekarang sudah pukul 4.13 am, gue menulis di MS Word sudah 5 halaman, dengan font Century Gothic 11, spasi 1,15. Panjang juga ya…
Well…what a night! What a night!! Memorable deh!
Friday, October 9, 2009
The Book of Tomorrow - Cecelia Ahern
Found this book at Periplus, MKG, and imagined my surprised :) complete with open mouth and off course...gasp. One thing for sure is, you never know what kind of story Cecelia Ahern will deliver on her books or how she will tell the story, but whatever it is, I'm also sure that it will good, it will be different. And this one...is definitely different than her other stories, but still good.
Finished it up in just few hours and really can't wait to read her next books. I'm still waiting for her book "The Gift" to be able in here...or until my friends Nina bought me one :) whichever comes first I think :D
Tamara Goodwin has always got everything she′s ever wanted. Born into a family of wealth, she grew up in a mansion with its own private beach, a wardrobe full of designer clothes, a large four poster bed complete with a luxurious bathroom en-suite. She′s always lived in the here and now, never giving a second thought to tomorrow.
But then suddenly her dad is gone and life for Tamara and her mother changes forever. Left with a mountain of debt, they have no choice but to sell everything they own and move to the country to live with Tamara′s Uncle and Aunt. Nestled next to Kilsaney Castle, their gate house is a world away from Tamara′s childhood. With her mother shut away with grief, and her aunt busy tending to her, Tamara is lonely and bored and longs to return to Dublin.
When a travelling library passes through Kilsaney Demesne, Tamara is intrigued. She needs a distraction. Her eyes rest on a mysterious large leather bound tome locked with a gold clasp and padlock. With some help, Tamara finally manages to open the book. What she discovers within the pages takes her breath away and shakes her world to its core.
I think, what makes it different is the heroine. For once (I think this is the first) the heroine is 16 years old girl. And the story is told from her perspective. Not just that, there also some mystery/thriller in the story, although the thriller won't give you too much goosebumps, but at least it makes you wonder all the time. I guess you can say, this is not your average chicklit book.
Again, Cecelia Ahern has done it! Right now, she's my #1 author :)
Monday, October 5, 2009
For Granted
Gue baru aja nonton film seri "Cold Case", season 4. FYI, "Cold Case" gak jauh-jauh dari cerita polisi, tapi yang memang khusus mengurus cold case homicide , yang mengambil setting di Philadelphia. Masih punyanya Jerry Bruckheimer juga.
Salah satu episodenya mengambil setting tahun 1919, pada waktu Amrik sedang berusaha meloloskan undang-undang yang mengijinkan perempuan untuk ikut pemilu.
Bukan mau menjadi aktivis hak-hak perempuan, tapi kebayang gak sih kalo gak ada perjuangan para wanita-wanita ini, yang berhasil merubah sejarah. Di Amrik punya suffragette, para perempuan yang berjuang supaya kaum perempuan bisa ikutan pemilu, Indonesia punya R. A. Kartini.
Dulu waktu kuliah sempet ada pembahasan soal perbedaan gender jaman dahulu kala. Dibandingkan sekarang, bisa dibilang semua udah setara. Perempuan mau jadi apapun bisa. Dan gue, dengan bodohnya waktu itu sempet mikir dulu mengenai contoh bahwa perempuan saat ini pun mendapat perlakuan yang sama dengan para laki-kali.
Padahal contoh yang paling gampang, apalagi kalo bukan soal sekolah? Sekarang kesempatan untuk perempuan bersekolah udah terbuka lebar dan enggak ada tuh larangan bagi para perempuan untuk menimba ilmu.
Tapi, karena sudah terbiasa dengan kenyataan bahwa yang namanya perempuan boleh bersekolah, alhasil jadi lupa bahwa DULU yang namanya PEMIKIRAN bahwa perempuan perlu dan harus bersekolah itu merupakan sesuatu yang dinilai tidak masuk akal, lucu, dan tidak mungkin terjadi.
But look at us now...apa jadinya para laki-laki itu tanpa kita, para perempuan :))
Thursday, October 1, 2009
Friendship
Karena gue masih jomblo [and thanks God I'm not all alone! Yan buruan kawin :)], jadi gak mungkin rasanya gue membahas topik yang gue belum pernah jalanin. Yang tertinggal hanyalah...apalagi kalo bukan soal friendship.
We cracked.
Mungkin gue yang menyebabkan keretakan itu terjadi. Dan gue gak tau apakah keretakan itu bersifat selamanya atau sementara, atau apakah keretakan itu sudah ada sejak lama namun baru muncul sekarang. Yang pasti, we cracked.
Alasannya sederhana. Gue capek. Gue capek terus menerus menjadi orang yang [selalu] pengertian, sabar, mengalah, dan seolah-olah bertingkah laku layaknya seorang pelayan yang setia sementara dia menjadi seorang tuan yang permintaannya harus selalu dituruti.
Oke, itu semua adalah metafora yang terlalu hiperbola, tapi masalahnya kadang itu yang gue rasakan.
Bukannya gue gak rela, tapi mau sampe kapan seperti itu?
Apakah karena kita berteman, bersahabat maka lalu kita diem aja? Trus apa gunanya berteman?
Entahlah.
Yang pasti gue merasa bahwa sudah cukup selama ini gue berbuat baik dengan mengalah. Sekarang saatnya gue berbuat baik dengan cara menunjukkan apa yang harus diperbaiki.
Sebab gue pikir, friendship suppose to help you grow, teach you to be a better person.