Thursday, October 22, 2009
The Gift - Cecelia Ahern
Extremely successful executive, Lou Suffern is always overstretched, immune to the holiday spirit that delights everyone around him. The classic workaholic who never has a moment to spare, he is always multitasking while shortchanging his devoted wife and their adorable children. And ever since he started competing for a big promotion, he has barely seen his family at all.
One frigid morning in an uncharacteristic burst of generosity, he buys a cup of coffee for Gabe, a homeless man huddled outside his office building. Inspired by his own unexpected act of kindness, Lou decides to prolong his charitable streak and contrives to get Gabe a job in his company's mailroom. But when Gabe begins to meddle in Lou's life, the helping hand appears to be a serious mistake. Gabe seems to know more about Lou than Lou does about himself, and, perhaps more disturbingly, Gabe always seems to be in two places at once.
With Lou's personal and professional fates at important crossroads and Christmas looming, Gabe resorts to some unorthodox methods to show his stubborn patron what truly matters and how precious the gift of time is. But can he help him fix what's broken before it's too late?
What can I say? She's done it again!!! Ini buku setau gue udah ada sejak Christmas 2008, tapi baru Halloween 2009 gue berhasil beli. Maunya sih dari hari Senin kemaren beli, tapi berhubung Nina, my dearest friend who lives in Austria, hasn't return my sms about whether she already bought the book for me or not, alhasil gue gak jadi beli. Takut kalo ternyata dia udah beli...ternyata dia belum beli. Maka hari Rabu, gue kembali ke mal gading dan mengunjungi Periplus untuk membeli ini buku.
About this book...pernah gak sih baca buku but you hate or dislike the hero/heroine in the book? Seinget gue, baru kali ini gue ngerasain. Bener-bener gak simpati sama sekali dengan tokoh utama di buku ini, yang udah pasti namanya Lou Suffern. Dari awal ini tokoh muncul, gue udah enggak suka dengan tingkahnya, perilakunya dan semakin ke belakang, gue semakin gak suka aja. Terutama pada saat dia berinteraksi dengan istri dan anak-anaknya di rumah.
Harus diakui, gue paling gak suka kalo ketemu tokoh, apalagi tokoh utama, yang lemah dan jahat dan brengsek dan...yah yang negatif-negatif lainnya. Seperti tokoh The Queen di "Fairest of All: A Tale of the Wicked Queen" karangannya Serena Valentino. The Queen juga termasuk tokoh yang gue anggap kurang mendapat simpati gue. Malahan yang ada gue bingung dengan segala keragu-raguan The Queen. Mungkin karena gue sendiri bisa dikatakan orang yang memiliki rasa percaya diri yang cukup mantap, jadi kadang suka sebel aja ngeliat mereka yang memiliki rasa percaya diri kurang, padahal sebenernya mereka mampu.
Back to The Gift. Lou diceritakan merupakan sosok yang super sibuk. Sangking sibuknya, sampai-sampai tiap ada waktu kosong (waktu dimana ia tidak perlu bicara) maka pikirannya berjalan kemana-mana, menuju segala meeting, e-mail, memo yang harus dibuat, dan seribu hal lain yang perlu ia lakukan kemudian. Alhasil, ia seringkali tidak pernah mendengarkan apa saja yang dikatakan/diceritakan oleh orang-orang di sekitarnya. Kecuali Lou mengharapkan jawaban atas pertanyaan yang ia ajukan sendiri, maka 80% ia tidak akan mendengarkan orang lain.
Meskipun gue gak simpati sama tokoh utamanya, tapi toh ini buku tetep aja gue baca sampe abis dan ya...lambat laun gue mulai melihat sisi lain dari Lou, dan kemudian Lou sendiri memang berubah. Slowly but sure.
Ini buku mungkin buku pertama Cecelia Ahern yang memiliki sad ending [sorry spoiler]. Dan seperti biasa, gue nangis baca nih buku. Nangis dengan cukup hebat dan cukup merepotkan, karena gue baca nih buku sambil tidur, jadi air mata gue mengalir kemana-mana. Dan, meskipun ceritanya sad ending, tapi gue rasa memang lebih bagus dibikin sad ending. Sama seperti Siti Nurbaya akan lebih baik kalo si Siti-nya mati, dan Romeo & Juliet yang juga akan lebih baik kalau mereka berdua mati, The Gift juga lebih baik jika dibuat sad ending.
Inti dari The Gift is time. Kadang kita lupa, tapi waktu tidak bisa dibeli. The second that second is away, it will gone. Sedetik, semenit, satu jam, satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun, begitu waktu itu bergerak dan hilang, waktu tidak akan kembali. Klise, tapi memang benar bahwa kita harus menghargai waktu yang ada.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Please e-mail me directly if you have any question about things that I wrote in this blog at celotehze@yahoo.com
No comments:
Post a Comment